Liputan6.com, Jakarta - Dalam satu bulan terakhir, Indonesia diserbu ribuan pengungsi Rohingya dari Myanmar dan juga dari Bangladesh. Mereka masuk ke Indonesia melalui pesisir wilayah Sumatera dengan menggunakan kapal-kapal kayu.
Entah ke mana arah tujuan awal mereka setelah melarikan dari negara asalnya. Yang jelas mereka akhirnya terdampar di Aceh dan Sumatera Utara lalu diselamatkan nelayan setempat. Di Aceh, para pengungsi gelap itu kini telah ditempatkan di 4 lokasi penampungan.
Sebelumnya Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengungkapkan, pada Mei 2015 pengungsi muslim Rohingya masuk ke Indonesia dalam 4 gelombang.
Advertisement
Gelombang pertama berjumlah 558 pengungsi. Gelombang kedua 644 orang, ketiga 47 orang, dan gelombang terakhir 96 pengungsi. Total jumlah mereka 1.346 orang
Kedatangan 1.346 pengungsi baru ini, menambah jumlah pengungsi yang sudah ada di Indonesia. Sebelumnya Indonesia telah menampung 11.941 pengungsi.
Serbuan pengungsi ini tak membuat pemerintah panik. Sebaliknya pemerintah berusaha menangani ribuan pengungsi tersebut. Pada Minggu, 24 Mei 2015, Kementerian Sosial mengucurkan bantuan senilai Rp 2,3 miliar untuk para pengungsi.
"Bantuan untuk penanganan pengungsi Rohingya di Kabupaten Aceh Timur nilainya Rp 611 juta," ujar Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam Kementerian Sosial Margowiyono di Langsa, Aceh, Minggu (24/5/2015).
Bantuan diberikan dalam bentuk barang seperti tenda gulung, matras, perlengkapan keluarga, perlengkapan anak, makanan, dan selimut. Barang-barang bantuan itu dikirimkan dari gudang regional Palembang, gudang pusat Bekasi, dan gudang Sumatera Utara. Sementara bantuan untuk penanganan pengungsi di Kabupaten Aceh Tamiang nilainya Rp 171 juta, berupa barang-barang keperluan pengungsi yang dikirim dari gudang regional Palembang, dan gudang pusat Bekasi.
Sedangkan bantuan untuk penanganan pengungsi di Kota Langsa senilai Rp 609 juta dan Aceh Utara senilai Rp 931 juta.
Berdasarkan data pemerintah, pengungsi Rohingya dan Bangladesh yang berada di Aceh jumlahnya 1.759 orang. Dari jumlah itu, 564 orang berada di Punteut, Kecamatan Blang Mangat, Kota Lhokseumawe. Sedangkan di Pelabuhan Kuala Langsa (Langsa) terdapat 672 pengungsi, di Bireun Bayeun (Aceh Timur) 476 pengungsi, dan 47 orang di Kabupaten Aceh Tamiang.
Ditampung 1 Tahun
Presiden Joko Widodo mengatakan, Indonesia bersedia menampung pengungsi karena alasan kemanusiaan. "Jadi kita akan tampung," ujar presiden yang akrab disapa Jokowi itu saat pulang ke kampung halamannya di Solo, Jawa Tengah, Minggu 24 Mei 2015.
Meski bersedia menampung, Presiden menegaskan agar badan dunia seperti UNHCR dan negara-negara lain ikut membantu membiayai pengungsi tersebut.
"Nantinya setelah pengungsi itu kita tampung, beban biaya untuk penampungan didukung oleh UN (Perserikatan Bangsa-bangsa) dan negara lain," ujar Jokowi. “‎Kita masih ingin mendapatkan kepastian terkait beban biaya penampungan terhadap pengungsi Rohingya."
Senada dengan Presiden, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan, Indonesia peduli dengan masalah kemanusiaan dan tak akan membiarkan begitu saja para pengungsi Rohingya yang ditolak oleh negaranya sendiri. Karena itu, kata dia, RI akan menampung pengungsi Rohingya dan Bangladesh selama satu tahun.
"Kita setuju selama satu‎ tahun menanganinya," kata Jusuf Kalla di Kantor Wapres Jakarta, Rabu 20 Mei 2015. Setelah ditampung satu tahun, para pengungsi itu akan dikembalikan ke negara asalnya.
"Contohnya pengungsi Bangladesh itu, harus kembali karena dia pengungsi ekonomi bukan gara-gara tekanan politik. Tapi yang betul-betul kena masalah kemanusiaan kita tampung, kita usahakan di mana mereka dicarikan negara yang cocok begitu," pungkas JK.
Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) itu meng‎atakan, alasan menerima pengungsi berlandaskan pada Pancasila. Terutama sila kedua yang berbunyi: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Selain itu, apa yang dilakukan Indonesia merupakan balas budi terhadap dunia internasional. Saat Aceh terkena bencana tsunami, pihak internasional datang membantu. Soal dana, JK mengatakan itu bukan masalah bagi Indonesia. Dia menegaskan, Indonesia merupakan negara besar yang mampu menanggung para pengungsi. "Tak usah bicara dana, negara ini tak miskin-miskin amat‎," tutur dia.
JK mengimbau agar TNI tidak menghalau para pengungsi. Sebab, perkara ini merupakan masalah kemanusiaan. Saat ini, pemerintah sedang mencari lokasi khusus untuk menampungnya. Namun, lokasi ini baru dipakai ketika jumlah pengungsi sudah tak bisa ditampung.
Masalah Regional
Menurut Presiden Jokowi, masalah pengungsi bukan hanya persoalan bagi Indonesia. Tapi juga masalah bagi negara lain seperti Thailand dan Malaysia.
Hal ini sebelumnya juga telah ditekankan Menlu Retno. "Saya ingin menekankan sekali lagi, bahwa masalah irreguler minors adalah bukan masalah satu atau dua negara. Ini adalah masalah regional dan di tempat lain juga terjadi. Sehingga ini juga menjadi masalah internasional," ucap Retno. ‎
Guna mengatasi hal ini, Retno mengusulkan agar masalah migran menjadi masalah regional antarnegara. Bukan hanya dibebankan kepada satu atau dua negara yang menjadi tempat persinggahan para pengungsi tersebut.
Retno juga telah mengadakan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Myanmar U Wunna Maung Lwin. "Pemerintah Myanmar sepakat untuk mengambil langkah prevensi irregular migration," kata Retno dalam keterangan tertulisnya, Kamis 21 Mei 2015.
Kesepekatan kedua, Myanmar sebagai negara asal pengungsi siap bekerja sama dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara untuk memberantas perdagangan manusia. Kedua negara juga sepakat ada consular visitation di tempat penampungan sementara pengungsi.
"Yang terakhir sepakat bahwa pembangunan yang dilakukan di Rakhine State dilakukan secara inklusif dan tidak ada diskriminasi," terang Retno.
Selain dengan Myanmar, pemerintah Indonesia juga membuat kesepakatan dengan Malaysia untuk sama-sama menampung ribuan pengungsi Rohingya. Keputusan diambil setelah diadakan pertemuan antara Menlu Indonesia, Thailand dan Malaysia.
Pengungsi Rohingya merupakan salah satu masalah kemanusiaan yang paling disorot dunia saat ini. Sebab Myanmar, yang menjadi negara asal muslim Rohingya, menolak memberi kewarganegaraan bagi etnis minoritas tersebut.
Ribuan muslim Rohingya berlomba-lomba melarikan diri dari Myanmar setelah meletusnya kerusuhan etnis pada Juni dan Oktober 2012 di Rakhine, Myanmar. Kerusuhan bermula pada percekcokan antara warga etnis muslim Rohingya dan warga etnis Buddha Myanmar.
Posisi muslim Rohingya, yang merupakan etnis minoritas, semakin terdesak setelah pemerintah Myanmar menyatakan menolak mengakui mereka sebagai warga negaranya. Sekalipun keberadaan mereka di negara yang dulu bernama Burma itu, sudah beberapa generasi. (Sun/Ans)