Liputan6.com, Jakarta - Proses adopsi anak mencuat setelah Angeline, bocah berusia 8 tahun asal Denpasar, Bali yang hilang misterius ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa. Proses adopsi Angeline dari orangtua kandung ke orangtua angkatnya dinyatakan ilegal.
Sekjen Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Erlinda mengatakan, pada dasarnya perundang-undangan yang mengatur tentang adopsi atau pengangkatan anak di negeri ini sudah sangat jelas. Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pengangkatan Anak dan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Namun pada kenyataan, di masyarakat masih terjadi adopsi secara langsung tanpa melalui prosedur yang sesuai dengan peraturan yang ada, yakni melalui penetapan pengadilan. Orangtua angkat melakukan adopsi secara langsung dengan orangtua biologis calon anak angkat atau melalui perantara.
Advertisement
Erlinda menilai, yang terjadi di Indonesia saat ini proses adopsi anak dan perdagangan manusia tidak jauh berbeda.
"Antara adopsi dengan human trafficking itu beda tipis. Pada saat ada sepasang orangtua tidak bisa mengambil anaknya di salah satu rumah sakit, pada akhirnya ada orangtua yang mau membayarkan. Praktik seperti ini begitu banyak," ujar Erlinda saat diskusi bertajuk 'Angeline Wajah Kita', di Cikini, Jakarta, Sabtu (13/6/2015).
Bali Rawan Kekerasan Anak
Erlinda mengatakan, berdasarkan data KPAI, daerah yang paling rawan terjadinya kekerasan terhadap anak adalah Bali. Pulau Dewata itu juga menjadi sasaran empuk bagi pelaku kejahatan penjualan manusia internasional.
"Bali termasuk sasaran pedofilian internasional dan kejahatan lainnya. Bali 10 besar kategori human trafficking. Tidak hanya kekerasan seksual. Bali segitu hebatnya tapi menyisihkan makna anak," ungkap dia.
Dia mengatakan, Gubernur Bali harus memperhatikan perlindungan anak setelah kasus pembunuhan yang menimpa bocah Angeline.
"Adanya dugaan kejahatan pidana pembunuhan, disertai pelecehan seksual jadi fokus utama kita. Tidak hanya kasus Angeline tapi juga kasus sama di teritorial Indonesia. Kasus Angeline triger dari kasus-kasus lain. Memang sudah banyak, tapi untuk adopsi Angeline jadi triger," pungkas Erlinda.
Angeline diadopsi Margriet Megawe dari ibu kandungnya saat bocah tersebut masih berusia 3 hari. Himpitan ekonomi menjadi faktor Angeline diadopsi. Ibu kandungnya saat itu tidak mampu membayar biaya persalinan di rumah sakit saat melahirkan Angeline. (Mvi/Rmn)