Liputan6.com, Jakarta - Mantan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua tidak sepakat dengan usulan Taufiquerrahman Ruki yang menginginkan lembaga antikorupsi tersebut memiliki kewenangan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
"Saya tidak setuju KPK bisa menerbitkan SP3. Sebab, itulah salah satu kekhususan KPK dibanding kepolisian dan kejaksaan," ujar Abdullah Hemahua dalam pesan tertulisnya, Rabu (17/6/2015).
Tidak adanya kewenangan KPK menerbitkan SP3 selama ini menurut Abdullah agar lembaga tersebut selalu berhati-hati dalam mengusut perkara dan menetapkan pihak-pihak tertentu sebagai tersangka. Dan dalam proses penyelidikan para satgas KPK yang menangani perkara tidak akan sembarangan.
"Maksud UU melarang KPK menerbitkan SP3 agar KPK superhati-hati dalam menangani setiap perkara," tandas Abdullah.
Pemerintah berencana merevisi Undang-Undang KPK. Menurut Pelaksana Tugas KPK Taufiequrrachman Ruki, revisi terhadap sejumlah hal yang selama ini dianggap menjadi kendala pemberantasan korupsi harus dilakukan. Salah satunya mengenai kewenangan lembaganya untuk menerbitkan SP3.
"(Salah satunya) Memberi izin Penghentian Penyidikan kepada KPK," ujar Taufiequrrachman Ruki dalam pesan singkatnya.
Revisi Undang-Undang (UU) KPK Nomor 30 tahun 2002, hingga kini masih dibahas di DPR. Sejauh ini, pembahasan revisi UU KPK masih berada di Badan Legislasi (Baleg DPR).
Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mengatakan, pihaknya belum bisa menentukan kapan revisi UU KPK ini selesai dan dibawa ke sidang paripurna. Namun dia menyatakan, pemerintah sudah sepakat terkait revisi UU tersebut. (Mvi/Mut)