Institut Hijau: Penegakan Hukum Bakar Hutan Jangan Pandang Bulu

Chalid berharap ada perppu yang mengatur sanksi tegas terhadap perusahaan-perusahaan pembakar hutan.

oleh Audrey Santoso diperbarui 24 Okt 2015, 20:34 WIB
Diterbitkan 24 Okt 2015, 20:34 WIB
20150904-Kebakaran-Hutan-Riau
Petugas pemadam kebakaran berusaha mematikan sisa titik api yang masih menyala di cagar alam biosfer Giam Siak Kecil di Riau (3/9/2015). Kebakaran hutan dan lahan di Riau dipastikan masih akan berlangsung lama. (AFP PHOTO/ALFACHROZIE)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Institut Hijau Indonesia Chalid Muhammad mengatakan, dalang kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan bukanlah masyarakat adat. Ia mencium indikasi pengalihan isu yang dibuat beberapa pihak untuk menjadikan masyarakat adat sebagai kambing hitam penyebab bencana ini.

"Pembakaran bukan karena ulah rakyat. Ada upaya mengalihkan isu rakyat kecil yang bakar (hutan dan lahan). Kenyataannya banyak titik kebakaran yang lokasinya di kebun kelapa sawit dan hutan industri," tegas Chalid dalam acara diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (24/10/2015)

Ia pun menduga, ada konflik kepentingan dalam pengusutan dalang kebakaran hutan dan lahan. Dia menduga, petinggi partai politik juga turut andil dalam kepemilikan perkebunan kelapa sawit, hingga akhirnya aparat memperlambat proses penegakkan hukum. Karena itu ia mendorong aparat penegak hukum untuk tidak pandang bulu memidanakan pihak-pihak yang memang terbukti berperan menyebabkan bencana kabut asap.

"Enggak bisa dipungkiri, petinggi partai politik juga punya perkebunan kelapa sawit, jadi ini konflik kepentingan. Penegakan hukum jangan pandang bulu, jangan mau diintimidasi. 40 Juta warga terpapar asap," kata Chalid.

Chalid juga menilai Pemerintah kurang responsif mengatasi bencana kebakaran ini hingga akhirnya menimbulkan bencana baru, asap. Ia mendorong Pemerintah agar melakukan tindakan-tindakan optimal dalam menanggulangi permasalahan ini.

Upaya itu dapat ditempuh dengan mendirikan posko-posko kesehatan untuk masyarakat di kantor pejabat Pemerintah Daerah dengan dilengkapi filter udara dan fasilitas rekreasi, terutama bagi anak-anak korban asap seperti tempat bermain.

"Hal yang harus dilakukan Pemerintah dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) adalah emergency response, kerahkan seluruh kemampuan negara untuk selamatkan anak bangsa. Misalnya dengan temporary shelter di kantor pejabat Pemerintah, di situ adakan pembersih udara dan dilengkapi sarana bermain. Harus dilakukan," ujar dia.

Chalid berharap, Pemerintah segera mengeluarkan Peraturan Presiden Pengganti Undang-undang atau Perppu yang mengatur sanksi tegas terhadap perusahaan-perusahaan pembakar hutan. Jika tidak, ia khawatir bencana asap 2016 akan lebih parah dari tahun ini.

"Buat Perppu dong, karena ini darurat. Isinya menegaskan kebakaran yang disengaja akan ditindak pidana, dicabut izinnya. Diberi sanksi pidana maupun perdata. Kalau enggak 2016 akan tambah parah," tandas Chalid. (Mvi/Rmn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya