Pansus Pelindo II Minta Perusahaan BUMN Tak Tunduk kepada Asing

Dirut Pelindo II RJ Lino seharusnya memperjuangkan agar pelabuhan dikelola anak bangsa.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 07 Nov 2015, 22:21 WIB
Diterbitkan 07 Nov 2015, 22:21 WIB
Aktivitas Bongkar Muat di JICT Tanjung Priok
Sejumlah pekerja saat mengecek peti kemas di Pelabuhan JICT, Tanjung Priuk, Jakarta, Rabu (25/3/2015). Pelindo II mencatat waktu tunggu pelayanan kapal dan barang sudah mendekati target pemerintah. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Pansus Pelindo II DPR Daniel Johan menyarankan pemerintah sebaiknya segera melakukan perombakan internal Pelindo II. Ini karena, perusahaan BUMN itu terbukti gagal menjaga pelabuhan sebagai aset nasional dan lebih tunduk kepada pemodal asing.

Daniel mengungkapkan, pengelolaan Terminal Peti Kemas Jakarta (Jakarta International Container Terminal/JICT) selama ini dikelola Hutchinson Port Holding (HPH), yang merupakan perusahaan asal Hong Kong, sejak 1999 dan seharusnya kontrak habis pada 2019.

Namun oleh Dirut Pelindo II RJ Lino, kontrak itu diperpanjang sejak 2014 lalu dan tanpa persetujuan Pemerintah seperti disyaratkan undang-undang.

"Lino seharusnya memperjuangkan agar pelabuhan itu dikelola anak bangsa. Toh itu pekerjaan yang pasti bisa kita kerjakan, enggak susah. Tapi dia (Lino) justru bangga kalau JICT itu diserahkan ke asing," kata Daniel kepada Liputan6.com, Jakarta, Sabtu (7/11/2015).

Oleh pihak Lino, penyerahan JICT ke HPH itu memang menguntungkan perusahaan secara finansial karena sudah ada kepastian fee dibayar di muka dari HPH. Ada juga sejumlah pengeluaran yang batal dikeluarkan PT Pelindo II bila JICT tetap diserahkan kepada HPH.

Tapi bagi Daniel, alasan-alasan keuangan itu tak berarti bila dihadapkan dengan prinsip kemandirian anak bangsa yang seharusnya didorong dan dibela setiap dirut BUMN.

"Untuk apa dioperasionalkan asing. Harus diingat, pelabuhan itu pintu gerbang Indonesia. Pelindo tak ngapa-ngapain saja, pelabuhan pasti untung," tandas Daniel.

Pansus Pelindo II DPR lalu mencoba menelusuri siapa saja pihak yang membuat Lino tunduk. Setelah ditelusuri terungkap nama Li Ka Shing, pengusaha asal Hongkong, yang berteman dengan Rothschild, pengusaha besar berbasis di Eropa, AS, dan Asia.

Li Ka Shing, kata Daniel, adalah pemilik HPH. Sementara perusahaan grup Rothschild terlibat sebagai penasihat keuangan independen yang disewa Pelindo II.

"Kok kita ujung-ujungnya masa tunduk dengan Li Ka Shing? Ngapain Indonesia dibuat tunduk dengan asing? Jadi, sebenarnya siapa bos Lino? Bukan Pemerintah. Tapi adalah Li Ka Shing," kata Daniel.

Li Ka Shing adalah salah satu orang terkaya di dunia dengan kekayaan terakhir diprediksi sekitar USD 31,9 miliar atau setara Rp 430 triliun.

Daniel menilai RJ Lino sudah tak layak memimpin Pelindo II atas berbagai kegagalannya. Selain menyerahkan aset penting seperti JICT kepada asing, Lino juga memiliki sejumlah kegagalan dalam memimpin manajemen perusahaan itu.

Misalnya, ucap Daniel, adanya masalah ketenagakerjaan dan kisruh manajemen. Lalu belum selesainya Terminal Peti Kemas baru di Kalibaru yang berdasarkan Perpres seharusnya selesai pada tahun ini.

"Lalu manajemen gali lobang tutup lubang. Pinjam uang untuk menutup utang. Begitu terus," pungkas Daniel. (Ali/Ado)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya