Berbelit di Sidang, Mantan Ketua DPRD Riau Disentil Jaksa

Mantan legislator yang juga calon Bupati Rokan Hulu itu diingatkan soal pasal kesaksian palsu.

oleh M Syukur diperbarui 12 Nov 2015, 14:10 WIB
Diterbitkan 12 Nov 2015, 14:10 WIB
Ilustrasi Korupsi
Ilustrasi (Istimewa)

Liputan6.com, Pekanbaru - Kata 'lupa' dan 'tidak tahu' menjadi jurus yang sering digunakan sejumlah saksi dalam dugaan suap RAPBD-P 2014 dan RAPBD Riau Tahun 2015 di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru. Namun, Jaksa KPK punya penangkis untuk membuat saksi tidak berkutik.

Seperti yang dilakukan Jaksa KPK Pulung Rinandoro kepada mantan Ketua DPRD Riau, Suparman. Pria yang sekarang menjadi calon Bupati Rokan Hulu itu berbelit-belit saat memberi keterangan di persidangan.

Pulung pun mengingatkannya tentang pasal kesaksian palsu.

"Ingat, sebelum bersaksi Anda terlebih dahulu disumpah memberikan keterangan yang benar. Sumpah itu mengikat. Kami bisa memproses sebagaimana yang diatur Pasal 242 KUHP (kesaksian palsu)," tegas Pulung kepada politikus Golkar itu di Pekanbaru, Kamis (12/11/2015).

Berbelitnya Suparman saat bersaksi untuk terdakwa Ahmad Kirjauhari (mantan anggota DPRD Riau) berawal dari pertanyaan Pulung tentang sejumlah rapat pembahasan RAPBD-P.

Suparman menjelaskan rapat dilakukan secara resmi, tidak ada istilah rapat informal sebagaimana yang diutarakan sejumlah saksi lainnya.

"Di DPRD itu, tidak ada rapat formal dan informal. Semuanya memakai surat dan ada mekanismenya," kata Suparman menjawab pertanyaan Pulung.


Oleh Pulung, pernyataan ini kemudian dibandingkan dengan kesaksian Gumpita dan Johar Firdaus. Kedua saksi itu menyebut, ada rapat pembahasan yang dilakukan Gubernur non-aktif Riau Annas Maamun di rumah dinas Ketua DPRD Riau.

"Saksi sebelumnya ada menyebut rapat selain di DPRD, nah rapat apa namanya ini?" tanya Pulung.

Suparman masih berusaha berkilah saat menjawab pertanyaan tersebut.


Ilustrasi Kasus Suap (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Begitu juga saat menjawab pertanyaan perintah Suparman kepada seluruh anggota Banggar untuk mematikan dan mencopot baterai HP.

Walaupun dia membenarkan ada perintah tersebut, Suparman berkilah hal itu sudah menjadi kebiasaan, tidak hanya sewaktu pembahasan APBD.

"Sudah biasa, sifatnya bergurau. Jadi kalau rapat itu, ada anggota yang bercanda dan meminta mematikan HP," tegas Suparman.

Lagi-lagi jawaban Suparman ini dibandingkan dengan kesaksian Gumpita, di mana mantan anggota DPRD Riau itu menyebut, ada 4 kali perintah mematikan HP dan terjadi hanya sewaktu pembahasan RAPBD-P 2014 dan RAPBD Riau 2015.

"Jadi jangan berkilah. Kemarin juga ada saksi, Tony namanya. Menyebut dirinya sempat dimarahi karena tak mematikan HP sewaktu membahas APBD ini," tegas Pulung kepada Suparman.

Sempat terjadi perdebatan antara Suparman dan Pulung. Suparman sendiri terlihat kesal dan menahan emosinya.

"Sudah pak, tenangkan dulu dirinya," ucap Pulung pada Suparman.

Pada kasus ini, Ahmad Kirjauhari didakwa KPK menerima suap Rp 1,2 miliar. Uang itu untuk mempermulus pembahasan APBD dan dibagikan kepada sejumlah anggota DPRD Riau saat itu.

Dalam dakwaan juga disebut, Suparman sebagai anggota Tim Komunikasi DPRD ke Gubernur Riau. Tim ini dibentuk khusus membahas APBD dengan Annas Maamun. (Bob/Sun)*

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya