Liputan6.com, Jakarta - Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar Adies Kadir menilai mosi tidak percaya yang sudah mulai digulirkan fraksi-fraksi partai politik pendukung pemerintah atau koalisi kerjasama partai politik pendukung pemerintah untuk melengserkan Ketua DPRÂ Setya Novanto atau Setnov, sulit terlaksana.
Menurutnya, tidak ada ketentuan dalam peraturan perundang-undangan bahwa Pimpinan DPR dapat dilengserkan melalui mosi tidak percaya.
Melainkan, kata dia, Pimpinan DPR dapat dilengserkan apabila melakukan 3 hal. Pertama, mengundurkan diri atas keinginannya sendiri. Kedua, berhalangan tetap karena sakit atau meninggal dunia. Ketiga, melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang (UU) termasuk terlibat kasus hukum.
Sementara menurutnya, Setnov tidak termasuk dalam ketiga kategori itu dalam kasus pencatutan nama Jokowi-JK terkait perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia (PTFI) yang dilaporkan Menteri ESDM Sudirman Said kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
‎"Tidak semudah itu lengserkan Setnov melalui mosi tidak percaya, karena ini harus dilihat dari segala sudut. Jangan lihat dari etika seorang Ketua DPR saja, kita harus lihat secara kelembagaan DPR ini yang ingin dihancurkan oleh orang lain," kata Adies Kadir di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin 23 November 2015.
Advertisement
Â
Baca Juga
Adies menilai, ada kesalahpahaman diantara para anggota DPR yang menggulirkan mosi tidak percaya tersebut. Sebab, berdasarkan hal apa para anggota DPR dari KP3 ini ingin melengserkan Setnov. Sementara imbuh dia, tidak ada masalah hukum atau dugaan korupsi dalam kasus yang diduga dilakukan Setnov yang juga Politisi Golkar ini. Melainkan, hal ini hanya pelanggaran kode etik yang tidak sampai pada sanksi pelengseran jabatan.
‎Selain itu, Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR ini juga mempertanyakan ada motif atau kepentingan apa dibalik pelaporan Menteri ESDM ini ke MKD. Terutama, maksud merekam percakapan pertemuan antara Setnov dengan pengusaha minyak Muhammad Reza Chalid (MRC), dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.
"Sekarang ini Setnov berdasarkan apa? Adakah kesalahan hukum atau laporan ke KPK, Bareskrim, kan tidak ada. Ini cukup pelanggaran etika," ucap Adies.
Dia mengakui, dugaan pelanggaran etika yang dilakukan Setnov ini bisa berujung sanksi pencopotan jabatan. Untuk membuktikan hal itu, katanya, MKD harus benar-benar teliti dalam menangani kasus ini dengan memanggil semua pihak termasuk memanggil Jokowi-JK sebagai pihak yang dirugikan dalam kasus ini.
Sebab itu, Adies meminta semua pihak termasuk para anggota DPR yang ingin guliarkan mosi tidak percaya ini sampai adanya keputusan atau hasil akhir dari MKD.
"‎‎MKD juga menjunjung tinggi praduga bersalah. Ini (kasus Setnov) tahapannya masih panjang. Kita tunggu saja hasil dari MKD," ujar Adies.
Tak luput, ia juga mengingatkan, tidak seharusnya apabila ada masalah dengan pimpinan DPR atau sesama anggota DPR disikapi dengan memakai emosi. Melainkan, semuanya bisa dibicarakan secara musyawarah mufakat. "Jadi, harusnya saling mengingatkan. Datang saja ke lantai 3 (ruang kerja Setnov) bilang ke Setnov tidak boleh begini tidak boleh begitu," imbau Adies.
Belum Tahu
Sementara itu, salah satu inisiator mosi tidak percaya Setnov dari Fraksi Partai Nasdem Tengku Taufiqulhadi mengatakan, pihaknya belum mengetahui sudah berapa nama anggota DPR yang menandatangani surat pengajuan mosi tidak percaya ini. Sebab, surat tersebut sedang diedarkan ke seluruh anggota DPR.
‎"Belum kita ketahui, masih berada di tangan pengedar mosi. Setelah seminggu baru kita ketahui," kata Taufiqulhadi.
Taufiqulhadi sebelumnya mengungkapkan, pihaknya menargetkan minimal 50 persen anggota DPR dari 560 anggota menandatangani mosi tidak percaya ini. Dia juga mengaku, tujuan dari mosi tidak percaya ini untuk melakukan pergantian Ketua DPR. Jika tidak, maka kinerja dewan tidak akan efektif lagi.
"Kalau dia tidak dipercaya, kan harusnya dia mengundurkan diri. Kalau anggota tidak percaya lagi kepada ketuanya, dan dia memaksa (memimpin-red) maka kinerja dewan tidak efektif lagi. Akan keliatan lucu, dan memalukan," ujar dia.
Anggota Komisi III DPR khawatir, jika Setnov tetap memimpin DPR akan menggunakan kekuasaanya untuk kepentingan pribadi lagi.
"Bagaimana kita bekerja, kita khawatir dengan jumlah 560 ini hanya untuk menjadi kekuatan tawar menawar dari pimpinan DPR, yang digunakan kesana kemari, untuk mencari muka. Kita khawatir, kita digunakan dia untuk kepentingan dia," tutup Taufiqulhadi.‎ (Ron/Dan)