Fahri Hamzah: DPR Tak Mau Jadi Korban RUU KPK

Fahri menegaskan, revisi Undang-Undang KPK pada awalnya memang pernah menjadi usulan DPR.

oleh Gerardus Septian Kalis diperbarui 02 Des 2015, 20:01 WIB
Diterbitkan 02 Des 2015, 20:01 WIB
Fahri Hamzah
Fahri Hamzah (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengungkapkan dalam rapat konsultasi dengan Presiden Jokowi sekitar sebulan lalu, pihaknya meneruskan mandat dari rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR. Dalam mandat itu, dipertanyakan apakah sang kepala negara setuju dengan revisi Undang-Undang (RUU) KPK.

"Waktu itu Presiden Jokowi mengatakan, kita lihat waktu. Maka terus terang saya menyatakan sikap kita di depan Presiden dalam rapat konsultasi itu. Terus terang kami mengatakan tidak mau lagi DPR jadi korban seolah-olah yang menginginkan perubahan (UU KPK). Kami cuma memberikan pertimbangan dan waktu itu pertimbangan-pertimbangan kita tidak bisa dibantah," ujar Fahri di Gedung DPR, Senayan, Rabu (2/12/2015).

Fahri menambahkan, setelah melihat sikap Jokowi seperti itu, pihaknya memutuskan bahwa DPR akan membahas RUU KPK jika Jokowi setuju membahasnya.

"Ini kan ada perbedaan tone antara presiden dan wakil presiden, ya urusan merekalah. Mereka biasa bertengkar di depan umum. Tapi sekarang, mereka harus datang dengan suara yang sama," ujar dia.

Fahri menyarankan, jika Jokowi setuju ada pembahasan tentang Revisi Undang-Undang KPK, sebaiknya mengirimkan Ampres (Amanat Presiden) agar tidak hanya DPR yang menjadi pihak yang selalu dipersalahkan.

"Padahal dari awal kita sudah ngomong, satu undang-undang tidak akan pernah jadi undang-undang kalau Presiden tidak mau ikut membahas. Ini harus jadi pemahaman kita bahwa membuat undang- bukan urusan DPR saja, ini urusan Presiden juga," tutur Fahri.

"Mustahil akan ada pembahasan undang-undang KPK kalau tidak ada Ampres. Masalahnya kalau enggak ada Ampres, tidak jadi juga (revisi UU KPK), mau diambil alih kaya apa pun enggak bisa. Kata kuncinya di persetujuan presiden, ini presidensialisme bukan parlementarisme," sambung Fahri.

Dia menegaskan, revisi UU KPK pada awalnya memang pernah menjadi usulan DPR. Namun itu berubah menjadi usulan pemerintah. Kemudian setelah pemerintah melihat isu ini dapat menjadi bola panas, pembahasan UU KPK ini kembali dilempar ke DPR.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya