Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus dugaan suap terkait pemulusan penyertaan modal PT Banten Global Development (BGD) pada APBD Banten Tahun Anggaran 2016 untuk membentuk Bank Banten.
Untuk mendalami perkara ini, penyidik pun menjadwalkan memeriksa seluruh pimpinan DPRD Banten periode 2014-2019. Mereka akan dimintai keterangan sebagai saksi pada perkara yang juga menjerat 2 anggota DPRD provinsi tersebut.
Mereka yang diperiksa sebagai saksi untuk tersangka sekaligus Dirut PT BGD, Ricky Tampinongkol, adalah Ketua DPRD Banten Asep Rahmatullah serta 3 Wakil Ketua DPRD Banten yang bernama Hj Muflikhah, Hj Nuraeni, dan Ali Zamroni.
Dari keempat saksi tadi, hanya Ketua DPRD Banten Asep Rahmatullah yang sudah tampak hadir di gedung KPK. Mengenakan kemeja batik lengan panjang, Asep enggan berkomentar mengenai pemeriksaannya kali ini.
Politikus PDI Perjuangan yang namanya kerap dikaitkan dalam pembentukan Bank Banten ini pun mengaku pasrah dan mengikuti seluruh proses yang ada di KPK.
"Ya nanti kita cek dulu-lah. Ini kan kita serahkan ke KPK untuk lakukan pemeriksaan lebih lanjut," ujar Asep Rahmatullah di gedung KPK, Jakarta, Selasa (14/12/2015).
Baca Juga
Pada perkara ini, penyidik telah memeriksa 4Â anggota DPRD Banten lainnya. Mereka adalah Adde Rosi Khoerunnisa, Siti Erna Nurhayati, Muhammad Faizal serta Hasan Maksudi. Keempatnya adalah politikus Partai Golkar yang diketahui menolak pembentukan Bank Banten.
Perkara suap ini terkuak setelah petugas KPK menangkap 2 anggota DPRD Banten Tri Satria dan MH Hartono sedang melakukan transaksi suap bersama pengusaha Ricky Tampinongkol di salah satu restoran di kawasan Serpong, Tangerang Selatan, pada 1 Desember 2015.
Dalam suap pembentukan Bank Pembangunan Daerah Banten ini, KPK juga turut mengamankan barang bukti berupa uang dalam jumlah US$ 11 ribu dan Rp 60 juta.
Dari hasil pemeriksaan, penyidik kemudian menetapkan ketiganya sebagai tersangka. Hartono dan Tri sebagai tersangka penerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau 11 Undang-Undang 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara Ricky selaku pemberi suap dijerat Pasal 5 ayat 1 a atau b atau 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.**