Liputan6.com, Singapura - Singapura membentuk gugus tugas nasional untuk mendukung bisnis dan pekerja merespons kebijakan tarif baru dari Amerika Serikat (AS) yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan berdampak pada pekerjaan serta upah. Hal ini disampaikan oleh Perdana Menteri (PM) Lawrence Wong pada Selasa (8/4/2025).
Gugus tugas, yang dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri dan Menteri Perdagangan dan Industri Gan Kim Yong ini melibatkan perwakilan dari berbagai lembaga ekonomi Singapura, Federasi Bisnis Singapura, Federasi Pengusaha Nasional Singapura, dan Kongres Serikat Pekerja Nasional.
Baca Juga
Menggambarkan situasi global dinamis, PM Wong menuturkan bahwa gugus tugas ini akan membantu bisnis dan pekerja mengatasi ketidakpastian jangka pendek, memperkuat ketahanan, dan beradaptasi dengan perubahan ekonomi.
Advertisement
Tarif impor AS diperkirakan akan menghambat pertumbuhan global dalam waktu dekat, yang akan menurunkan permintaan untuk sektor-sektor ekspor Singapura seperti manufaktur dan perdagangan grosir. Selain itu, ketidakpastian global dan sentimen yang melemah juga akan memengaruhi industri jasa, seperti keuangan dan asuransi, kata PM Wong, yang merangkap jabatan sebagai menteri keuangan.
Meskipun Singapura belum pasti akan mengalami resesi tahun ini, sebut PM Wong, ekonomi negara ini akan terpengaruh secara signifikan. Kementerian Perdagangan dan Industri sedang meninjau kembali proyeksi pertumbuhan ekonomi 2025, yang sebelumnya diperkirakan antara 1 hingga 3 persen, dengan kemungkinan revisi penurunan.
"Pertumbuhan yang lebih lambat berarti peluang kerja yang lebih sedikit dan kenaikan upah yang lebih kecil bagi pekerja. Jika lebih banyak perusahaan menghadapi kesulitan atau memindahkan operasionalnya kembali ke AS akan ada lebih banyak pemutusan hubungan kerja (PHK) dan kehilangan pekerjaan," ujar PM Wong seperti dilansir CNA.
Sementara itu, Gan menilai bahwa masih terlalu dini untuk sepenuhnya memahami dampak penerapan kebijakan tarif Donald Trump terhadap ekonomi Singapura. Gugus tugas masih merumuskan susunan dan tugas-tugas utamanya, namun salah satu fokus utama kemungkinan adalah komunikasi dan berbagi informasi.
Sebagai contoh, serikat pekerja dilibatkan karena diperkirakan banyak pekerjaan yang akan terpengaruh dalam jangka menengah hingga panjang, seiring dengan adanya restrukturisasi besar dalam perekonomian. Perwakilan dari sektor swasta juga akan membantu gugus tugas untuk berinteraksi dengan perusahaan dan memahami tantangan yang dihadapi di lapangan.
Pemerintah Singapura menyatakan telah menghubungi mitra dagangnya untuk berbagi penilaian tentang situasi ini dan mencari cara untuk bekerja sama.
Penolakan terhadap Aturan WTO
Kebijakan tarif yang diumumkan oleh Presiden Trump pada 2 April mengenakan tarif 10 persen secara universal pada semua impor ke AS, di mana tarif yang lebih tinggi diterapkan untuk negara-negara yang dianggap telah memperlakukan AS secara tidak adil.
Singapura, yang saat ini mengenakan tarif nol persen untuk impor dari AS, tetap dikenakan tarif dasar 10 persen.
"Jika tarif ini benar-benar bersifat timbal balik dan jika dimaksudkan untuk menargetkan negara-negara dengan surplus perdagangan maka tarif untuk Singapura seharusnya nol persen. Namun, kita tetap dikenakan tarif 10 persen," kata PM Wong, yang menunjukkan bahwa Singapura memiliki defisit perdagangan dengan AS dan menjaga perdagangan terbuka melalui perjanjian perdagangan bebas bilateral.
"Kami sangat kecewa dengan langkah AS ini, terutama mengingat persahabatan yang dalam dan lama antara kedua negara. Ini bukan tindakan yang dilakukan terhadap teman."
PM Wong mengkritik pendekatan AS sebagai "penolakan mendasar" terhadap prinsip-prinsip Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), seperti aturan Most Favoured Nation (MFN), yang menyatakan bahwa setiap anggota harus memperlakukan semua anggota lain dengan setara.
"Prinsip ini telah lama menjadi dasar sistem perdagangan multilateral dalam memastikan lapangan bermain yang setara untuk negara besar maupun kecil," ungkap PM Wong.
Jika negara lain mengadopsi pendekatan yang sama, sistem perdagangan yang berbasis aturan akan hancur – sebuah kenyataan yang akan membawa masalah bagi semua negara, terutama negara kecil seperti Singapura.
"Negara-negara kecil memiliki daya tawar terbatas dalam negosiasi bilateral satu lawan satu, sehingga kekuatan besar akan mendikte syaratnya dan kita berisiko terpinggirkan dan disisihkan," tegas PM Wong.
Advertisement
Harus Siap Mental
PM Wong mengatakan bahwa rakyat Singapura harus siap secara mental untuk menghadapi dunia yang semakin sering mengalami guncangan yang tak terduga. Untuk itu, dia mengatakan Singapura perlu semakin memperkuat keunggulannya sebagai pusat bisnis yang tepercaya dan memperdalam hubungan dengan mitra yang sejalan dengan komitmennya terhadap perdagangan terbuka dan bebas.
Secara khusus, Singapura akan memperkuat kolaborasi dan integrasi di ASEAN. PM Wong memberikan contoh dari hubungan terbaru dengan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim sebagai bagian dari upaya ini. Mengingat Malaysia memegang kursi ketua ASEAN yang bergilir tahun ini, kedua negara sepakat mempercepat upaya integrasi kawasan.
Para menteri ekonomi ASEAN akan mengadakan pertemuan khusus akhir pekan ini untuk membahas cara-cara meningkatkan perdagangan intra-ASEAN dan menegaskan kembali komitmen blok ini terhadap integrasi ekonomi regional.
Langkah-langkah yang diumumkan dalam Anggaran 2025 akan memberikan dukungan untuk membantu masyarakat Singapura dan bisnis lokal mengatasi tekanan ekonomi jangka pendek. Beberapa langkah yang diambil untuk mendukung masyarakat menurut PM Wong antara lain:
- Voucher Dewan Pembangunan Komunitas (CDC), voucher SG60, dan potongan biaya USave untuk membantu mengurangi biaya hidup yang semakin tinggi bagi masyarakat Singapura.
- Peningkatan Bantuan ComCare untuk kelompok yang lebih rentan, seperti keluarga berpenghasilan rendah atau individu yang membutuhkan bantuan lebih besar.
Untuk mendukung bisnis, pemerintah mengumumkan bantuan jangka pendek dalam bentuk rebate pajak penghasilan badan (corporate income tax rebates), yang akan mengurangi beban pajak perusahaan. Selain itu, ada juga program atau skema yang dirancang untuk:
- Meningkatkan produktivitas: Membantu perusahaan agar lebih efisien dalam menjalankan operasional mereka.
- Meningkatkan daya saing: Membantu perusahaan untuk bersaing lebih baik di pasar domestik maupun internasional.
- Beradaptasi dengan pasar baru: Membantu perusahaan untuk mengubah arah atau mengalihkan fokus ke pasar baru yang dapat memberikan peluang lebih besar.
"Lembaga ekonomi kita sedang berkomunikasi dengan perusahaan-perusahaan yang terdampak tarif untuk lebih memahami respons mereka dan melihat bagaimana kami bisa memberikan dukungan, serta membantu mereka dengan masalah spesifik yang dihadapi. Pemerintah siap untuk melakukan lebih banyak lagi, bila dan ketika diperlukan," imbuh PM Wong.
