Liputan6.com, Jakarta - Tak beraturan dan terkesan serampangan. Parkir-parkir liar menjadi pemandangan umum di kota-kota besar seperti Jakarta.
Menjamurnya lahan usaha yang tak diimbangi dengan kapasitas tempat parkir, membuat lokasi yang bukan peruntukan parkir, seperti bahu-bahu jalan, disulap menjadi lokasi parkir.
Baca Juga
Jangan dikira parkir ngawur itu gratis. Parkir-parkir liar itu nyatanya berbiaya.
Advertisement
Lihatlah kesibukan juru-juru parkir, mengawasi kendaraan yang masuk dan keluar di area tempat kerjanya. Pungutan liar berkedok parkir juga Tim Sigi Investigasi SCTV amati di sejumlah lokasi perbelanjaan.
Informasi mendasar dan penting seputar parkir liar, kami gali dari seseorang yang paham soal bisnis perparkiran liar. Butuh bukti, secara acak kami datangi salah satu minimarket kecil.
Parkir liar itu ternyata tak digarap perorangan. Sistem kerja setoran, sedikit menggambarkan lahan-lahan parkir itu memang bertuan alias ada penguasa wilayahnya.
Keberadaan sejumlah minimarket di tengah permukiman penduduk ataupun kompleks memunculkan pengutipan parkir yang tak ada aturan mainnya, karena tak diatur oleh pemerintah daerah setempat. Ini kemudian menjadi pro dan kontra terkait pungutan parkir yang dibebankan terhadap konsumen.
Aksi kutip parkir liar, terus kami dalami seputar penguasaan lahan bisnis itu. Pola kerja dengan kutip uang berkedok parkir, ternyata cukup sistematis. Salah satu bapak buah juru parkir cukup duduk manis dan pantau-pantau anak buah, setoran mengalir dengan sendirinya.
Adanya kenyataan lahan parkir yang dikuasai oleh penguasa-penguasa wilayah, dan cenderung bernuansa negatif karena menyerempet pelanggaran hukum, membuka tabir baru. Fenomena hukum rimba alias siapa yang kuat dia yang berkuasa di jalanan, memang sudah menjadi warna buram kerasnya kehidupan jalanan.
Bagaimana aksi premanisme dalam penguasaan wilayah parkir liar ini bisa terjadi ? Saksikan selengkapnya dalam tayangan Sigi Investigasi SCTV edisi Sabtu (9/1/2016), di bawah ini.