Liputan6.com, Jakarta - Mantan Direktur PT Pelindo IIÂ RJ Lino kini menjadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terkait kasus dugaan korupsi pengadaan crane.
Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang digunakan KPK untuk menjerat pria bernama lengkap Richard Joost Lino ini, kini menjadi polemik.
Ketua tim pengacara RJ Lino, Maqdir Ismail mempertanyakan penetapan tersangka kepada kliennya, yang menurut mereka berbau politis. Dia menilai, banyak kejanggalan dalam penetapan kliennya.
"KPK belum berhasil menemukan kerugian negara dari kasus dugaan ini," ujar Maqdir dalam diskusi bertema 'RJ Lino: Kasus Hukum atau Politik' di Cikini, Jakarta, Minggu (10/1/2016).
Maqdir menyatakan, penetapan kliennya sebagai tersangka tidak sah dan batal demi hukum. Untuk itu, pihaknya mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Senin 11 Januari 2016.
Baca Juga
Hal ini diamini Jansen Sitindoan dari Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI). Menurut dia, pasal 2 dan 3 yang dipakai KPK tak layak.
"Pasal 2 dan 3 itu keranjang sampah. Niat mau menjerat tikus got, malah ibu-ibu yang sedang jalan ikut jadi korban," ujar Jansen berapi-api.
Senada dengan itu, praktisi hukum Unoto Dwi Yulianto menyatakan KPK sudah melampaui batas dan tidak memakai azas praduga tak bersalah.
Menurut Unoto, kebijakan RJ Lino dalam pengadaan 3 unit Quay Container Crone (QCC) di Pelindo II pada 2010 lalu membawa azas manfaat yang besar.
"KPK jangan jadi wakil Tuhan, Tuhan saja memiliki sifat pengasih. Biarkan dan keharusan bagi kasus RJ Lino ini diuji melalui praperadilan," ujar Unoto.