Liputan6.com, Legian - Ketua MPR Zulkifli Hasan mengaku setuju dengan rencana revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (UU Anti-Terorisme). Dia menilai revisi tersebut sangat bagus untuk meningkatkan pencegahan.
"Revisi UU Terorisme kan bagus, nanti DPR revisi. Ini kan memperluas pencegahan, saya setuju itu,"‎ ujar Zulkifli di sela rapat koordinasi pimpinan MPR di Legian, Kuta, Bali, Minggu 31 Januari 2016 malam.
‎Perluasan pencegahan itu, kata dia, mencakup regulasi yang mengatur warga negara Indonesia (WNI) yang pergi ke luar negeri untuk berperang. Hingga terkait WNI yang kembali ke Tanah Air setelah sempat bergabung dengan kelompok radikal di negara konflik.
"Misalnya begini, orang pergi perang ke Suriah itu nggak boleh tanpa izin negara. Tapi ini belum ada pasalnya. Kemudian orang bersepakat mau ngebom, tangkap, tapi belum ada pasalnya," papar Zulkifli.
"Begitu juga orang ikut ISIS, pulang ke sini (Indonesia), bikin latihan, juga belum ada pasalnya. Ini yang perlu disempurnakan‎ (di dalam revisi UU Terorisme)," sambung dia.
Baca Juga
Kendati begitu, tentu rencana tersebut menuai pro-kontra dari berbagai kalangan. MPR sangat menghargai perbedaan pandangan. Karena itu, dia meminta semua kalangan yang keberatan atau tidak sependapat dengan revisi tersebut agar mendatangi DPR.
"Kalau ada yang pro-kontra silakan. DPR kan ada public hearing, ada untuk mendengarkan (masukan) berbagai kalangan. Silakan sampaikan ke sana (DPR)," ucap politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Dia berharap revisi UU tersebut mampu meningkatkan keamanan negara dan melindungi masyarakat. "Nah, khawatir ada (tindakan) terlalu represif, silakan nanti dicermati di DPR. Kan enak, terbuka. Ini bukan Perppu, kan ini UU. Jadi silakan (mengadu ke DPR)," pungkas Zulkifli.
Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) dan jajarannya telah menyelesaikan draft revisi UU Anti-Terorisme. Setidaknya, ada 19 pasal yang dikoreksi.
Namun Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan ‎enggan membeberkan poin-poin perubahan itu. Sebab, draft tersebut belum disampaikan ke Presiden Joko Widodo. Draft revisi rencananya diserahkan ke Jokowi pada Senin 1 Februari 2016 esok.