Liputan6.com, Jakarta - Polisi menetapkan masa kurungan 20 hari terhadap tersangka kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin, Jessica Kumala Wongso. Perempuan 27 tahun itu akan mendekam di rutan Polda Metro Jaya hingga berkas perkaranya dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta atau berstatus P21.
Jika dalam kurun waktu tersebut, polisi masih memerlukan waktu untuk memperkuat alat bukti, maka masa kurungan Jessica di rutan Mapolda Metro Jaya akan diperpanjang.
"Kita memiliki waktu 4 bulan. 20 Hari, 40 hari, 30 hari. 20 Hari pertama tahanan penyidik. Setelah itu bisa diminta perpanjangan oleh jaksa menjadi tahanan atas dukungan jaksa 40 hari," jelas Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Tito Karnavian usai menyaksikan simulasi penanganan teror bom di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (5/2/2016).
Baca Juga
Jika hasil diskusi penyidik dari kepolisian dan jaksa menyimpulkan proses penguatan alat bukti masih diperlukan, maka polisi akan mengajukan perpanjangan masa tahanan lagi kepada pengadilan selama 30 hari. Dan perpanjangan masa tahanan oleh pengadilan itu dapat dilakukan lagi 30 hari.
"Kalau kurang cukup, bisa kita ajukan 30 hari di pengadilan. Kalau kurang cukup lagi, kita tambah 30 hari lagi. Jadi enggak usah terburu-buru. Sabar," ujar Tito.
Jenderal bintang dua itu menyampaikan, 'pertarungan inteletual' antara polisi, jaksa dengan tim penasihat hukum Jessica masih panjang. Sehingga polisi tidak bisa membuka semua 'amunisi' alat bukti serta analisa mereka kepada publik.
"Sekarang kalau dibuka (perkembangan penyidikan) dan kita masih bertanding 6 bulan ke depan, bayangkan 4 bulan maksimal di kepolisian. Jaksa juga punya hak untuk menahan Jessica," terang Tito.
"Artinya, dalam peradilan akan muncul sekitar 4 bulan ke depan. Sekarang baru seminggu penahanan, masa diumbar semua," sambung dia.
Sikap Jessica yang hingga kini tak mengakui perbuatan yang ditudingkan aparat penegak hukum terhadap dirinya, menurut Tito, mengharuskan polisi untuk menyiapkan 'peluru-peluru'. Diharapkan 'amunisi' itu sanggup mematahkan alibi Jessica saat di meja hijau nanti.
"Di peradilan, hakim memiliki strategi untuk mengadili supaya dia objektif. Karena bisa jadi tersangka berbohong. Pihak tersangka dan penasihat hukum juga punya strategi pembelaan," ucap mantan Kepala Densus 88 Antiteror itu.
"Peluru apa. Yang polisi punya, JPU (jaksa penuntut umum) punya," pungkas Tito.