Fadli Zon: UU Teroris Jangan Sampai Abuse of Power

Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai masalah utama ada pada implementasinya.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 02 Mar 2016, 15:03 WIB
Diterbitkan 02 Mar 2016, 15:03 WIB
Ilustrasi Teroris (Liputan6.com/M.Iqbal)
Ilustrasi Teroris (Liputan6.com/M.Iqbal)

Liputan6.com, Jakarta - Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme di DPR masih menuai pro dan kontra. Banyak kekhawatiran yang membayangi ketika UU tersebut selesai direvisi.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai masalah utama ada pada implementasinya. Dia mewanti-wanti agar UU ini tidak mengarah pada pendekatan ekstrem seperti di masa lalu.

"Kalau kemudian nanti ini mengarah pada suatu pendekatan security approach seperti di masa lalu dan bahkan ada kecenderungan mendekati ISA (Internal Security Act) di Malaysia dan Singapura, saya kira ini adalah kemunduran," kata Fadli Zon di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Rabu (2/3/2016).

Politikus Partai Gerindra ini tidak ingin UU Tindak Pidana Terorisme mencederai penegakan demokrasi dan hak asasi manusia (HAM). Untuk itu, Fadli pun meminta UU ini tidak menimbulkan abuse of power.

"Nanti jadi alat tangkap-tangkap, kumpul-kumpul main tangkap aja, karena ada indikasi dia sedang merancang tindak terorisme. Ini akan terjadi abuse of power. Kecuali seorang itu melakukan tindak terorisme," ujar Fadli.

Menurut dia, model preemptive action sering mengorbankan hak-hak asasi seseorang. Dia mencontohkan hal seperti itu juga terjadi di negara maju seperti Amerika Serikat (AS).

"Pre-emptive action itu dilakukan oleh George Bush dengan mengorbankan hak asasi manusia. Seperti banyak orang tidak bersalah di Guantanamo. Saya kira ini nanti membahayakan. Nanti malah akan ada teroris-teroris baru," tandas Fadli Zon.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya