Tanggulangi Kejahatan Lintas Negara, Kapolri ke Australia

Seiring ‎pesatnya teknologi informasi, Polri dan polisi Australia menjalin kerja sama menghadapi sejumlah kejahatan transnasional.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 02 Mar 2016, 15:27 WIB
Diterbitkan 02 Mar 2016, 15:27 WIB
Piala Bhayangkara
Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti, beserta jajarannya dan Joko Driyono, menggelar jumpa pers terkait Piala Bhayangkara di Mabes Polri, Jakarta, Senin (15/2/2016). (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)

Liputan6.com, Jakarta - Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti bersama sejumlah petinggi Polri berkunjung ke Australia. Kunjungan itu untuk menjalin kerja sama menghadapi sejumlah kejahatan transnasional, seiring ‎pesatnya teknologi informasi.

"Para pimpinan Polri ke Australia membahas segala macam kejahatan transnasional, seperti cyber crime (kejahatan siber) dan paling utama masalah teroris," ujar Kadiv Humas Polri Inspektur Jenderal Anton Charliyan, Jakarta, Rabu (2/3/2016).

Sementara, Kabareskrim Polri Komisaris Jenderal Anang Iskandar mengatakan, ‎teknologi internet sangat berpotensi disalahgunakan untuk kejahatan transnasional. Karena kebutuhan internet saat ini sangat tinggi.

Setiap pengguna internet memiliki potensi menjadi korban maupun pelaku tindak kejahatan siber. Karena itu, dibutuhkan langkah antisipasi konkret menanggulangi kejahatan masa depan ini.

"Dari 3,249 miliar pengguna internet di dunia, punya potensi menjadi korban atau pelaku cyber crime. Kejahatan besar yang ada di dunia maya itu sendiri mulai dari terorisme, narkotika, penipuan, pornografi, hingga perjudian," beber Anang melalui keterangan tertulisnya dari Brisbane, Australia.

Berdasarkan data Polri, dari 255,5 juta penduduk Indonesia, 88,1 juta merupakan pengguna aktif internet. Sementara, 79 juta di antaranya aktif menggunakan jejaring sosial.

Bareskrim Polri mencatat, sejak 2012 hingga 2015, polisi telah menangani 144 kasus penipuan melalui internet.‎ Total kerugian ditaksir mencapai Rp 126 miliar.

Dalam periode itu pula, Polri telah menangkap 571 tersangka pelaku kejahatan dunia maya. 529 Orang di antaranya warga negara asing (WNA) dan 42 berkewarganegaraan Indonesia.
 


"Pelaku yang berasal dari berbagai warga negara ini membuktikan, bahwa kejahatan dunia maya merupakan tindakan yang lintas batas. Untuk itu sangat dibutuhkan kerja sama dengan berbagai pihak," tandas Anang.

Lembaga Khusus

Mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) itu mengatakan, ‎selain menjadi alat kejahatan transnasional, bentuk lain kejahatan siber adalah penyerangan terhadap ekonomi strategis dengan menyebarkan malware yang menyerang sektor bisnis hingga kepada individu.

"Kejahatan dunia maya itu terutama terkait dengan tindak pidana penipuan, yang menimbulkan kerugian secara ekonomi. Serangan DDOS terhadap portal-portal penting. Tindak pidana pencucian uang, hingga hacking yang paling sederhana yaitu pencurian data-data personal pengguna dunia maya," papar Anang.

‎Karena itu, dia mengusulkan agar pemerintah mendirikan lembaga khusus yang mengawasi pengguna internet dan menangani segala bentuk kejahatan dunia maya.

"Bahkan kalau perlu, Indonesia harus ada lembaga khusus yang berdiri sendiri sebagai pengawas dan pemberi rekomendasi tindakan hukum atas kejahatan dunia maya ini," pungkas Anang.

Pertemuan bilateral antara Polri dan Australian Federal Police (AFP) dijadwalkan berlangsung sejak Senin 29 Februari hingga Rabu 2 Februari 2016 waktu setempat. Selanjutnya, petinggi Polri akan bertemu dengan New Zealand Police (NZP) pada Kamis 3 Februari 2016 waktu setempat.

Pertemuan bilateral ini dihadiri Kapolri, Kabareskrim Polri, Kalemdiklat Polri, Kadivhubinter Polri, Dirtipiddum, dan Direksus Bareskrim Polri.

Selain membahas terorisme, juga dibahas bentuk kerja sama penanggulangan cyber crime dan peningkatan peran Jakarta Centre for Law Enforcement Cooperation (JCLEC) menjadi pusat latihan yang mendunia dalam mendidik penegak hukum, agar mampu menanggulangi kejahatan transnasional.‎

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya