Usai Diperiksa KPK, Wakil Ketua DPRD DKI Tak Mau Komentar

Mohamad Sanusi diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap raperda terkait reklamasi di pantai utara Jakarta.

oleh Oscar Ferri diperbarui 18 Apr 2016, 20:37 WIB
Diterbitkan 18 Apr 2016, 20:37 WIB
20160411- M Taufik Diperiksa KPK-Jakarta- Helmi Afandi
Ketua Badan Legislasi DPRD DKI Jakarta, M Taufik usai diperiksa KPK, Jakarta, Senin (11/4) Taufik diperiksa sebagai saksi terkait dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait pembahasan Raperda tentang Reklamasi. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua DPRD DKI M Taufik bungkam setelah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap Raperda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RWZP3K) Provinsi Jakarta dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

Politikus Partai Gerindra itu keluar dari Gedung KPK, Jakarta, Senin (18/4/2016) malam. Dia‎ baru saja menyelesaikan pemeriksaan untuk tersangka Mohamad Sanusi, Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta sekaligus adik kandungnya.

Rampung diperiksa, Taufik ‎sama sekali tak mengeluarkan sepatah kata pun terkait pemeriksaan ini. Dia tak menggubris pertanyaan awak media. Taufik yang menjabat Ketua Badan Legislasi Daerah (Balegda) DKI itu langsung masuk ke dalam mobilnya.

KPK menetapkan 3 orang sebagai tersangka kasus dugaan suap Raperda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RWZP3K) Provinsi Jakarta dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Mereka adalah Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohammad Sanusi, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL) Ariesman Widjaja, dan Personal Assistant PT APL Trinanda Prihantoro.

Sanusi diduga menerima suap sebesar Rp 2 miliar‎ dari PT APL terkait dengan pembahasan Raperda RWZP3K dan Raperda RTR Kawasan Pesisir Pantai Utara Jakarta oleh DPRD DKI. Di mana kedua raperda itu sudah 3 kali ditunda pembahasannya di tingkat rapat paripurna.

Selaku penerima, Mohamad Sanusi dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

‎Sedangkan Ariesman dan Trinanda selaku pemberi dikenakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya