Strategi Bertahan di Tengah Badai Tarif, Ini Rekomendasi Investasi Kuartal II 2025

Kekhawatiran terhadap kondisi fiskal AS dan meningkatnya risiko de-dolarisasi di tengah dinamika geopolitik menjadi faktor pendorong dalam jangka menengah hingga panjang.

oleh Arthur Gideon Diperbarui 12 Apr 2025, 07:00 WIB
Diterbitkan 12 Apr 2025, 07:00 WIB
Ilustrasi investasi
Ilustrasi investasi. (Image on Freepik)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Chief Investment Officer DBS Hou Wey Fook memperkirakan bahwa 2025 akan menjadi tahun yang diwarnai oleh volatilitas. Pernyataan ini ia ungkap Pada awal kuartal pertama 2025. Saat ini, prediksi tersebut terbukti dengan terbitnya berbagai kebijakan oleh Presiden AS Donald Trump.

Kekhawatiran seputar kenaikan tarif yang meluas, ditambah dengan kebijakan imigrasi dan upaya Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE) untuk memangkas jumlah pegawai federal telah mengurangi kepercayaan konsumen dan memicu kekhawatiran akan pertumbuhan ekonomi.

Sejak euforia pasar pasca kemenangan Trump dalam pemilu, aset-aset berisiko telah mengalami penyesuaian dengan S&P yang membalikkan kenaikannya sementara imbal hasil Treasury AS dan dolar AS (greenback) keduanya mengalami penurunan.

Di belahan dunia lain, fondasi hubungan AS-Eropa yang telah berlangsung lama mendapat goncangan hebat karena para pemimpin Eropa menyadari bahwa aliansi barat sekarang berada dalam krisis yang parah. Situasi ini memicu momen "apa pun taruhannya" di Jerman (dan secara luas, Eropa), di mana kebijakan fiskal konservatif yang telah mengakar kini mulai bergeser menuju stimulus besar-besaran.

Untuk mencerminkan memudarnya keistimewaan AS dan realitas geopolitik yang baru, DBS CIO melakukan dua perubahan portofolio utama pada kuartal ini:

  1. Menurunkan porsi saham AS menjadi underweight dalam periode ke depan 3 bulan dengan tetap mempertahankan overweight 12 bulan; mempertahankan keyakinan pada sektor teknologi dan layanan kesehatan AS; dan
  2. Meningkatkan porsi pada saham Eropa menjadi overweight 3 bulan dengan tetap mempertahankan underweight 12 bulan; mencari peluang pada industri Eropa (subsektor pertahanan), keuangan, layanan kesehatan dan teknologi.

Peralihan utama ini akan membantu untuk melakukan diversifikasi dari perdagangan yang ramai dan mengurangi risiko konsentrasi pada sektor teknologi AS dan saham Magnificent Seven (Apple, Microsoft, Amazon, Alphabet (perusahaan induk Google), Meta, Nvidia, and Tesla).

Untuk memperkuat ketahanan portofolio, investor disarankan untuk memperbanyak eksposur pada emas dan aset privat. Harga emas terus melonjak seiring dengan meningkatnya permintaan aset safe haven akibat ketidakpastian di bawah kepemimpinan Trump 2.0 dalam jangka pendek.

Sementara itu, kekhawatiran terhadap kondisi fiskal AS dan meningkatnya risiko de-dolarisasi di tengah dinamika geopolitik menjadi faktor pendorong dalam jangka menengah hingga panjang.

Dalam analisis sebelumnya, DBS CIO menyimpulkan bahwa portofolio 40/30/30 (40% ekuitas, 30% obligasi, 30% aset alternatif) mengalami penurunan nilai yang lebih ringan dibandingkan portofolio tradisional 60/40 selama periode tekanan finansial. Berdasarkan data dari Desember 2007 hingga September 2023, portofolio 40/30/30 mencatat volatilitas tahunan sebesar 9,3%, lebih rendah dibandingkan 11,4% pada portofolio 60/40.

 

Komoditisasi Kecerdasan Buatan

5 Strategi Investasi Aman di Tengah Kondisi Ekonomi yang Sedang Lesu
Ilustrasi pasar saham global. (c) iwatchwater/Depositphotos.com... Selengkapnya

Faktor lain yang diyakini akan mendominasi narasi pasar di kuartal kedua 2025 adalah komoditisasi kecerdasan buatan (AI). Peluncuran model bahasa DeepSeek pada Januari tahun ini mengguncang industri teknologi dan AI, karena mampu menyaingi model terkemuka seperti ChatGPT-4o dari OpenAI dengan biaya yang jauh lebih rendah.

Terobosan ini memicu aksi jual saham teknologi, karena menurunkan hambatan masuk bagi pemain dalam skala kecil sekaligus menjadi tantangan bagi Big Tech dan model pengembangan AI mereka saat ini, yang bergantung pada skala investasi dan daya komputasi besar.

Meski kehadiran DeepSeek menyebabkan volatilitas jangka pendek, DBS CIO percaya bahwa dalam jangka panjang, hal ini justru akan menguntungkan ekonomi secara keseluruhan. Paradoks Jevons menunjukkan bahwa semakin efisien suatu teknologi, semakin tinggi permintaannya—dan dalam konteks AI, ini berarti adopsi yang lebih cepat.

Singkatnya, ketidakpastian akibat perang tarif, menurunnya kepercayaan konsumen terhadap DOGE, dan kebijakan imigrasi membuat keunggulan ekonomi AS mulai goyah. Dalam kondisi ini, DBS CIO tetap overweight pada obligasi, karena dapat berfungsi sebagai lindung nilai terhadap perlambatan ekonomi.

Obligasi investment grade (IG) dengan peringkat kredit A/BBB diperkirakan akan diuntungkan dari kemungkinan pemangkasan suku bunga yang lebih dalam oleh The Fed.

Untuk saham, DBS CIO tetap netral terhadap kelas aset ini secara keseluruhan, tetapi tetap yakin pada pertumbuhan jangka panjang saham teknologi AS, sambil melakukan diversifikasi pada peluang yang ada di Tiongkok setelah terobosan DeepSeek dan di Eropa seiring pergeseran kebijakan Jerman dari disiplin fiskal ke stimulus besar-besaran.

Terakhir, DBS CIO mempertahankan posisi overweight pada aset alternatif, termasuk emas dan aset privat, untuk mendapatkan imbal hasil yang tidak bergantung pada pergerakan pasar sekaligus memperkuat ketahanan portofolio.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya