Liputan6.com, Jakarta - Tak dapat berbuat banyak, Valentino Lumenta hanya dapat memandang dari jauh tempat tinggal dan bangunan sekitarnya yang perlahan menjadi puing. Di hadapannya, 2 alat berat seakan berlomba merobohkan puluhan bangunan yang berada di asrama Pacuan Kuda Pulomas, RT 8 RW 16, Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur.
"Saya 20 tahun tinggal di sini, sejak 1994," tutur mantan peraih medali emas dan perak di lomba halang rintang dengan kuda saat ASEAN Games 2013 di Myanmar itu, Rabu (20/4/2016).
Dia masih ingat ketika kedatangannya ke Jakarta dulu berbekal surat permintaan dari Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin pada 1972 yang ditujukan kepada pamannya. Kala itu, sang Gubernur meminta joki kuda untuk ditempatkan di asrama Pacuan Kuda Pulomas kepada Gubernur Sulawesi Utara. Tahun 1980-an barulah orangtuanya yang hijrah dari Manado ke Jakarta.
Baca Juga
Baca Juga
"Dulu tempati di sini, waktu Gubernur Ali Sadikin ngobrol sama Gubernur Sulut. Jadi diminta joki. Ada surat untuk datang ke sini. Kita tinggal nempatin. Diresmikan 1972. Saya generasi ketiga," terang atlet berusia 24 tahun itu yang hingga kini masih aktif berkuda.
Selama terjun di olahraga berkuda, atlet yang tergabung dalam Satuan Pelaksana Prima Asian Games 2018 itu mengaku telah menorehkan sejumlah prestasi.
"Jumping rintangan, prestasi di lokal, Asian Games 2013 dapat emas sama perak. Di Malaysia juga dapat medali," kenang dia.
Kini, dia harus tinggal di Rusun Pulogebang yang berada di Cakung, Jakarta Timur. Valentino menyayangkan, jarak yang jauh itu tentu membuatnya sulit untuk berlatih. Sebab dia harus mempersiapkan diri guna meraih prestasi di ajang Asian Games 2018 mendatang.
"Dikasih tempat di Rusun Pulogebang. Termasuk jauh. Kita latihannya di sini," keluh Valentino.
Valentino pun merasa pemerintah kurang atau bahkan tidak peduli dengan nasib para atlet berkuda.
"Saya sih, dilihat tidak ada pedulinya. Bukan saya saja. Waktu saya di Myanmar, banyak di cabang lain yang juga ngeluh. Mereka beli alat sendiri. Yang diperhatiin cuma bola, bulu tangkis sama golf. Dia (pemerintah) cuma 20 persen bantu olahraga. Waktu itu federasi yang bayar saya, bukan pemerintah," terang Valentino.
Dia melanjutkan, saat berada di Myanmar 2013 silam, bonus Rp 50 juta yang dijanjikan untuk peraih medali emas, ia hanya mengantongi Rp 35 juta.
Advertisement
Valentino juga masih ingat saat menerima surat peringatan 1 agar pindah dari asrama Pacuan Kuda Pulomas beberapa waktu lalu. Saat itu, ia bahkan tidak diberitahu akan tinggal atau dipindahkan ke mana.