Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta mengembangkan penyelidikan kasus korupsi fasilitas kredit Bank DKI kepada PT Likotama Harum dan PT Mangkubuana Hutama. Korupsi itu diduga terjadi pada 2013.
Hasil penyelidikan pada Februari 2016, Kejaksaan menetapkan 4 tersangka. Mereka diduga mencairkan dana atas data fiktif yang diajukan kedua perusahaan tersebut.
Mereka adalah mantan Group Head Kredit Komersial Korporasi Bank DKI Dulles Tampubolon, mantan Account Officer Korporasi Bank DKI Hendri Kartika Andri, Pemilik PT Likotama Harum, Supendi dan Gusti Indra.
"Kami sudah menangani mengenai pemberian kredit Bank DKI Jakarta. Sudah menetapkan tersangka empat orang. Tiga orang sudah mau proses penuntutan, satu orang penyidikan," kata Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta Sudung Situmorang di Gedung Kejati DKI Jakarta, Jalan HR Rasuna Said, Rabu (20/4/2016).
Baca Juga
Pengembangan penyelidikan yang dilakukan Kejati mengarah ke Direktur Utama (Dirut) Bank DKI periode 2014 Eko Budiwiyono dan mantan Direktur Pemasaran Bank DKI periode 2014 Mulyanto Wibowo. Keduanya diduga menyetujui pencairan pinjaman dengan data palsu tersebut.
"Dalam perkembangan, ada dua tersangka baru, mantan Dirut Bank DKI EB dan Direktur Pemasaran Bank DKI MW. Peran keduanya adalah mencairkan kredit, padahal seharusnya tidak boleh. Kan ada data yang disampaikan. Namun, datanya tak benar semua," Sudung menjelaskan.
Bahkan dari hasil penyelidikan, Eko dan Mulyanto mengetahui data tersebut fiktif. Namun mereka tetap mencairkan dananya. Hal tersebut yang memunculkan dugaan adanya 'permainan' dalam prosedur kredit Bank DKI yang cenderung ke arah Tindak Pidana Korupsi.
"Dalam data-data atau dokumen tersebut seolah-olah PT Likotama Harum telah memenangkan lelang beberapa proyek, namun fakta sebenarnya para penyusun dan pemutus kredit ini telah mengetahui bahwa PT Likotama Harum bukan pemenang lelang sebenarnya," tandas Sudung.
Kredit atas data fiktif ini diketahui berlangsung sejak 2011 hingga 2014. Dana tersebut dicairkan sebanyak 3 kali. Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi (BPKP) DKI Jakarta menghitung total kerugian negara mencapai Rp 267 miliar pada kasus tersebut.
"Berdasarkan hasil perhitungan negara dari BPKP, kerugian negara dalam kasus ini Rp 267 miliar. Kredit ini tiga tahun dari 2011 sampai 2014. Tiga kali pula dikucurkan," jelas Sudung.
Dia menambahkan, pihaknya belum mengeluarkan surat perintah penahanan terhadap Eko dan Mulyanto. Pekan depan, keduanya dipanggil untuk pemeriksaan pertama sebagai tersangka. Namun, Kejati DKI akan berkoordinasi dengan pihak Direktorat Jenderal Imigrasi untuk mengajukan pencekalan terhadap kedua mantan direktur tersebut.
"Kami pernah periksa sebagai saksi. Nanti kami panggil dulu. Minggu depan ya kami panggil. Keduanya akan kami cekal ya," tutur Sudung.
Sudung menjelaskan keduanya dijerat Pasal 2 ayat (1) serta Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 20 Tahun 2011 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.