Suap PT Brantas, KPK Periksa Kepala Kejati DKI Jakarta

Selain Sudung, KPK memeriksa Asisten Jaksa Pidana Khusus (Aspidsus), Tomo Sitepu.

oleh Oscar Ferri diperbarui 14 Apr 2016, 13:39 WIB
Diterbitkan 14 Apr 2016, 13:39 WIB
20160401--OTT-KPK-Jakarta-Agus-Rahardjo-HA
Petugas KPK menunjukkan barang bukti senilai USD 148.835 yang diduga untuk melakukan suap guna menghentikan penanganan kasus PT Brantas di Kejati DKI Jakarta saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (1/4). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Sudung Situmorang. Dia diperiksa terkait kasus dugaan suap upaya penghentian perkara korupsi PT Brantas Abipraya di Kejati DKI Jakarta.

"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka MRD (Marudud)," ucap Pelaksana Harian Kepala Biro Humas Yuyuk Andriati di Gedung KPK, Kamis (14/4/2016).

Selain Sudung, KPK memeriksa Asisten Jaksa Pidana Khusus (Aspidsus), Tomo Sitepu. Lalu ada juga Direktur Operasional PT Brantas Abipraya Syarif dan Staf Ahli Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Khairiansyah Salman.

"Mereka juga jadi saksi tersangka MRD," ucap Yuyuk.

KPK menetapkan 3 orang sebagai tersangka dugaan suap upaya penghentian penanganan perkara pada PT Brantas Abipraya (BA) di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Mereka adalah Sudi Wantoko selaku Direktur Keuangan PT BA, Dandung Pamularno sebagai Senior Manager PT BA, dan seorang swasta bernama Marudud.‬

Ketiganya selaku terduga pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 53 ayat (1) KUHP.

Penetapan tersangka ini dilakukan sebagai hasil operasi tangkap tangan tim Satgas KPK kepada ketiganya di sebuah hotel di kawasan Cawang, Jakarta Timur. Dalam operasi itu, KPK juga menyita uang sebesar SGD 148.835 yang diduga merupakan 'pelicin' dari PT BA untuk Kejati DKI Jakarta.

Uang itu diduga ditujukan untuk penghentian penanganan perkara korupsi penyelewengan anggaran terkait iklan atau pemasaran. Perkara yang diduga terjadi pada 2011 itu pun baru mulai ditangani Kejati DKI Jakarta di tahap penyelidikan sejak Maret 2016.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya