Rusuh Lapas dan Persoalan Klasik

Pada setiap kerusuhan lapas, negara merugi miliaran rupiah.

oleh Audrey SantosoAndreas Gerry TuwoRita Ayuningtyas diperbarui 25 Apr 2016, 07:06 WIB
Diterbitkan 25 Apr 2016, 07:06 WIB
20160423-Kebakaran-Lapas-Banceuy-Bandung-c
Ruangan kamar napi yang terbakar. (Liputan6.com/Okan Firdaus)

Liputan6.com, Jakarta - Klasik, kata ini menggambarkan persoalan yang terjadi di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan di Tanah Air. Persoalan yang diyakini kerap menjadi alasan sulitnya meredam kericuhan antarnapi atau tahanan.

Jumlah narapidana/tahanan yang membludak dan kurangnya petugas lah persoalan itu.

Sebut saja kerusuhan di Lapas Banceuy, Bandung, Jawa Barat. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan hanya ada 7 sipir yang menjaga 900 narapidana di lapas tersebut.

Padahal idealnya, 1 sipir hanya menjaga 20 narapidana.

"Kalau satu orang mengawasi 100 (narapidana) itu kebangetan. Ya kalau sekali ada kerusuhan sudah pasti gak terkontrol. Yang ideal itu satu petugas (menjaga) 20 orang napi," ujar Yasonna di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta Utara, Minggu 24 April 2016.

Akibat kerusuhan itu, negara rugi Rp 6 miliar.

Kejadian serupa dan lebih mengerikan pernah terjadi di Lapas Kelas I Tanjung Gusta, Medan, Sumatera Utara.

Kamis 11 Juli 2013 malam, sejumlah napi di lapas tersebut rusuh. Insiden tersebut mengakibatkan 5 orang tewas, yakni 2 petugas lapas (Kepala Seksi Registrasi Lapas Tanjung Gusta Medan Bona Situngkir dan pegawai lapas HN Naibaho) serta 3 narapidana. Sebanyak 212 narapidana pun kabur.

Negara merugi Rp 55 miliar pada kejadian tersebut.

Oleh karena itu, Kementerian Hukum dan HAM berencana mengurangi jumlah narapidana di lembaga permasyarakatan (lapas) yang mengalami kelebihan kapasitas tahanan.

Ada 3 lapas yang menjadi prioritas, yaitu Lapas Cipinang (Jakarta Timur), Salemba (Jakarta Pusat) dan Tanjung Gusta Medan (Sumatera Utara).

Ilustrasi narapidana.

Para narapidana nantinya dipindahkan ke lapas di kota-kota sekitar yang masih memiliki sel kosong.

"Kita harus geser yang deket-deket sini. Jakarta misalnya sekitar Jabodetabek," kata Yasonna.

Dia mengungkap ketiga lapas yang menjadi prioritas pengurangan kini masing-masing dihuni 3.500 warga binaan. Sementara jumlah sipirnya hanya belasan.

"Kita lihat di Salemba juga ada 3.500 napi, bisa bayangin nggak kalau meledak itu? Di Medan juga parah benar, Rutan Tanjung Gusta itu (jumlah narapidana) 3.500-an sekarang. Yang awasi itu 17 orang per satu shift," jelas Yasonna.

Narapidana di Salemba dan Cipinang rencananya akan dipindah ke Lapas Gunung Sindur, Depok dan Cikarang. "Akan dikirim ke Gunung Sindur, akan dikirim kembali sebagian penghuni rutan Gunung Sindur ke Depok dan ke Cikarang," jelas Yasonna.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya