Liputan6.com, Jakarta - Sakri tidak pernah melupakan kenangan pemakaman korban kerusuhan Mei 1998. Petugas Harian Lepas (PHL) Tempat Pemakaman Umum (TPU) Pondok Ranggon, Jakarta Timur, itu mengenang sibuknya seluruh petugas saat satu per satu jenazah korban tragedi berdarah memasuki areal makam seluas 62 hektare, tanpa nama dan tanpa sanak saudara.
Tidak seperti pemakaman warga biasa atau pejabat negara, suasana penguburan malah terasa seperti keadaan perang.
"Dulu pas 1998 saya ikut jadi penggali kubur. Rasanya tuh kayak mau perang gitu. Suara ambulans enggak berhenti. Dari atas saja ada helikopter yang mengawal. Ramai," cerita Sakri saat saat berbincang dengan Liputan6.com, di TPU Pondok Ranggon, Kamis 12 Mei 2016.
Pria berusia 50 tahun itu mengatakan, untuk mempercepat proses pemakaman hampir kurang lebih 100 pekerja diturunkan. Bahkan, petugas selain penggali makam turut membantu penggalian kubur. Pasalnya, saat peti diturunkan dari mobil jenazah, ternyata ukurannya tidak sesuai dengan liang lahat yang sudah disiapkan.
Alhasil, petugas penggali kubur kerepotan membenahi kembali ukuran lubang kubur.
Baca Juga
"Sudah jelas ya pada waktu itu kan kita gali lubang ukuran kecil ya 60 x 120. Tiba-tiba yang datang malah ukuran peti standar kurang lebih 2 meter. Itu kan bikin kita jadi setengah mati kerjanya," ujar Sakri.
Dia mengaku sangat kelelahan kala itu. Rekan kerjanya pun sempat ngedumel. Apalagi pemakaman yang diadakan pada siang hari itu bertepatan dengan kemarau panjang. Panas menyengat tubuh mereka.
Sakri menambahkan, sepengetahuannya, peti jenazah yang ada hanya diisi dengan satu korban. Korban memang sudah dalam kondisi hangus terbakar dan tidak utuh. Membayangkan itu, pria kelahiran 1966 itu tampak mengerutkan dahi.
"Isinya satu peti satu jenazah. Satu lubang juga ya enggak ditumpuk-tumpuk. Kalau enggak salah sih ya di atas 100 lebihlah (petinya). Jenazahnya pada hangus," ujar pria yang memiliki 2 anak itu.
Saat penguburan, tidak hanya sirene mobil jenazah yang bersahut-sahutan. Menurut Sakri, tampak juga sekelompok orang yang diduga keluarga korban, turut memecah keheningan makam dengan isak tangis.
Prosesi pemakaman akhirnya dapat selesai sore hari menjelang magrib. Sakri mengatakan, setelah penguburan jenazah Tragedi 1998 hari itu, tidak ada lagi jenazah susulan yang datang.
"Setahu saya enggak ada lagi jenazah susulan kok. Semua selesai hari itu," kisah Sakri, mengenang Tragedi Mei 1998.