KPK Imbau Pegawai Negeri Laporkan Penerimaan Parsel Hari Raya

Dalam tiga tahun terakhir, KPK sudah menerima laporan penerimaan gratifikasi sebanyak 5.187.

oleh Liputan6 diperbarui 12 Jul 2016, 06:46 WIB
Diterbitkan 12 Jul 2016, 06:46 WIB
Foto sebuah parsel mewah berlogo BPK ditujukan untuk Sekjen PKB Abdul Kadir Karding beredar di dunia maya.
Foto sebuah parsel mewah berlogo BPK ditujukan untuk Sekjen PKB Abdul Kadir Karding beredar di dunia maya. (Ist)

Liputan6.com, Jakarta - KPK mengimbau semua pegawai negeri atau penyelenggara negara segera melaporkan segala bentuk barang atau hal yang diterima saat hari raya.

Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan, KPK sebelumnya telah mengeluarkan surat edaran yang intinya meminta pegawai negeri atau penyelenggara negara menolak pemberian hari raya.

"Namun, kalau tidak bisa menolak karena berbagai alasan dapat segera melaporkan ke KPK," ujar Priharsa seperti dikutip dari Antara, Selasa (12/7/2016).

Pemberian hari raya itu dikhawatirkan sebagai bentuk gratifikasi, seperti disebutkan dalam penjelasan Pasal 12B UU No 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, bahwa gratifikasi adalah pemberian terkait dengan jabatan, tugas dan kewajiban dan tidak dilaporkan dalam 30 hari kerja.

Gratifikasi meliputi pemberian uang, barang, rabat (potongan harga), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya kepada setiap pegawai negeri dan pejabat penyelenggara negara.

Bagi yang melanggar pasal tersebut, dapat dipenjara minimal empat tahun hingga seumur hidup, dengan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Tercatat dalam tiga tahun terakhir, KPK sudah menerima laporan penerimaan gratifikasi sebanyak 5.187. Dua laporan terakhir datang dari seorang lurah dan anggota DPR.

"Parsel makanan dan tea set itu dilaporkan oleh seorang lurah. Sedangkan penerimaan telepon selular dilaporkan oleh seorang anggota DPR," kata Priharsa.

"Saat ini masih dilakukan proses analisis sehingga belum dapat diputuskan, apakah laporan itu akan dikembalikan ke penerima atau menjadi milik negara," lanjut Priharsa.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya