Ketua DPRD DKI: Pertemuan di Rumah Aguan Hanya Makan-Makan

Tak ada kegiatan lain yang dilakukan dalam pertemuan itu, selain sekadar silaturahmi sembari makan bersama.

oleh Oscar Ferri diperbarui 20 Jul 2016, 23:19 WIB
Diterbitkan 20 Jul 2016, 23:19 WIB
20160614-Kasus-Suap-Jakarta-Prasetyo-Edi-Marsudi-HA
Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi berjalan keluar usai memenuhi panggilan KPK sebagai saksi Mohamad Sanusi terkait suap pembahasan dua Raperda Reklamasi Pantai Utara Jakarta, Selasa (14/6). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi mengatakan, pertemuan di rumah Chairman PT Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan hanya sekadar pertemuan santai.‎ Menurutnya, dalam pertemuan itu tidak membahas apa-apa. Termasuk soal raperda reklamasi. Tak ada kegiatan lain yang dilakukan dalam pertemuan itu, selain sekadar silaturahmi sembari makan bersama.

"Pertemuan itu hanya makan-makan, santai saja. Karena banyak tamu jadi tidak ada bahas apa-apa," kata Prasetyo dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (20/7/2016).

Pertemuan di rumah Aguan itu terjadi pada Desember 2015. Selain Prasetyo, hadir juga Wakil Ketua DPRD DKI Mohammad Taufik, Ketua Fraksi DPRD DKI Partai Hanura Muhammad 'Ongen' Sangaji, anggota DPRD DKI dari Fraksi PKS Selamat Nurdin dan Ketua Komisi D DPRD DKI Mohammad Sanusi.

"Pertemuan itu merupakan undangan dari Pak Aguan. Saya langsung menelepon rekan-rekan lainnya, Bapak M Taufik, Bapak Ongen Sangaji, dan Bapak Selamat Nurdin," ‎kata Prasetyo.

Meski demikian, sebagai ketua dewan, dia membutuhkan banyak masukan dari berbagai pihak sebelum mengambil keputusan mengenai raperda ini.

"Saya sudah lama tidak ketemu Pak Aguan. Pas Desember, saya telepon Pak Ongen untuk silaturahmi dengan Pak Aguan," kata Prasetyo.

Suap untuk Sanusi

Jaksa mendakwa Presdir PT APL Ariesman Widjaja menyuap Anggota DPRD DKI M Sanusi sebesar Rp 2 miliar. Uang itu diberikan agar Sanusi mengakomodir pasal-pasal yang tercantum dalam Raperda RTRKS Pantai Utara Jakarta sesuai dengan keinginan Ariesman. Termasuk pasal soal tambahan kontribusi.

Terkait pasal tambahan kontribusi, awalnya Ariesman menginginkan agar tambahan kontribusi sebesar 15% dari nilai NJOP total lahan yang dapat dijual itu dihilangkan. Namun Sanusi tak bisa menyanggupi keinginan itu.

Ariesman kemudian menjanjikan uang Rp 2,5 miliar kepada Sanusi dengan tujuan agar tambahan kontribusi itu dimasukkan dalam pasal penjelasan dengan menggunakan konversi. Sanusi pun setuju dan menerima uang Rp 2 miliar dari Rp 2,5 miliar yang dijanjikan Ariesman.

Atas perbuatannya, Ariesman didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya