Tipu Saksi Kasus Suap, Penyidik KPK Gadungan Ditangkap

Dia ditangkap karena berusaha menipu dua saksi kasus dugaan suap Gubernur Sumatera Utara (Sumut) nonaktif Gatot Pujo Nugroho.

oleh Audrey Santoso diperbarui 23 Jul 2016, 08:02 WIB
Diterbitkan 23 Jul 2016, 08:02 WIB
Penjara Delapan Tahun Untuk Pria Yang Jual Istri
Ilustrasi penangkapan.

Liputan6.com, Jakarta - Polda Metro Jaya menangkap seorang pria yang mengaku sebagai Kepala Bagian Analis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Harry Ray Sanjaya. Penangkapan itu dilakukan di Perumahan Pesona Khayangan Blok CO Nomor 8, Depok, Jawa Barat, Kamis 21 Juli 2016 pukul 21.00 WIB.

Dia ditangkap karena berusaha menipu R dan IBM. Keduanya adalah saksi kasus dugaan suap Gubernur Sumatera Utara (Sumut) nonaktif Gatot Pujo Nugroho. Harry mengatakan kepada R dan IBN, dirinya menerima Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) atas nama R dan IBN.

Ia menawarkan bantuan melobi petinggi KPK untuk membatalkan sprindik jika R dan IBN memberinya uang Rp 2,5 miliar.

"Pengungkapan kasus ini setelah KPK mendapat laporan ada oknum yang meminta uang kepada saksi kasus Gubernur Sumut. Lalu KPK berkoordinasi dengan kami untuk menangkap oknum tersebut," ujar Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya AKBP Hendy F Kurniawan kepada Liputan6.com, Jumat malam (22/7/2016).

"Saat kami OTT (Operasi Tangkap Tangan) ternyata dia penyidik gadungan, bukan orang KPK," sambung dia.

Harry, lanjut Hendy, mengenal R dan IBN lewat seorang saksi di kasus yang sama berinisial I. Dia mengatakan dirinya dapat mengintervensi penyidik-penyidik senior KPK seperti Novel Baswedan, Christian, Ibnu dan Harun. Ia pun bercerita kepada R dan IBN kalau rumahnya dikunjungi pimpinan KPK di Hari Lebaran.

"Ngaku juga kenal Pak Bambang Widjajanto sama Pak Giri bagian gratifikasi di KPK karena mereka sekomplek. Ya dia karang-karang saja sesukanya. Kebetulan rumah pelaku ini di perumahan mewah, jadi korbannya percaya," kata Hendy.

Untuk memperdaya R, IBN dan I, Harry pun memamerkan pistol kepada para korbannya. Ia berkata selalu membawa senjata api untuk melindungi diri karena ia orang berpengaruh di lembaga antirasuah, "Ternyata itu airsoft gun. Bukan senpi (senjata api) sungguhan," ujar Hendy.

Saat OTT, aparat gabungan dari KPK dan Polda Metro Jaya mengamankan uang tunai senilai Rp 25 juta. Rencananya IBN dan R akan memberikan uang muka Rp 50 juta kepada Harry sebagai tanda jadi konspirasi mereka. Pembayaran Rp 2,5 miliar akan dilunasi setelah Harry menunjukkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kedua korban.

"Saat OTT, kami amankan uang Rp 25 juta. Rencananya hari ini kedua korban akan transfer lagi Rp 25 juta. Jadi Rp 50 juta uang muka untuk Harry supaya membuatkan SP3. Sisa pembayaran baru akan dilakukan setelah SP3 terbit," tutur Hendy.

Selain uang tunai, polisi juga menyita airsoft gun, lima unit ponsel, kartu anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), kartu identitas pers Koran Pemberantasan Korupsi (KPK), dan sepucuk airsoft gun," tutup Hendy.

Harry dijerat dengan Pasal 378 tentang Penipuan dengan ancaman hukuman maksimal 4 tahun penjara.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya