Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu batal membuka Konferensi Ulama Internasional dan Ulama Thoriqoh Nasional di Pekalongan, Jawa Tengah Rabu (27/7/2016). Hal itu lantaran imbauan Presiden Jokowi yang mengharuskan semua menterinya berkumpul di Jakarta hari ini.
Oleh karena itu, dari Pekalongan, Menteri Ryamizard harus kembali ke Jakarta. Kabarnya pengumpulan menteri ini terkait rencana reshuffle kabinet.
Baca Juga
Pada acara ramah tamah konferensi di kediaman salah satu pemrakarsa konferensi, Habib Muhammad Luthfi bin Yahya di Pekalongan, Jateng, Selasa 26 Juli 2016 malam, dia sempat berbicara soal Bela Negara. Ryamizard menyatakan Bela Negara tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Advertisement
Bahkan, kata dia, membela negara sama seperti membela agama.
"Bela Negara sama dengan bela agama. Bela Negara tidak bertentangan dengan ajaran islam," ujar Menhan.
Pada kesempatan itu, Ryamizard juga mengharapkan partisipasi para ulama dalam pemberantasan terorisme, salah satunya melalui konferensi para ulama tersebut yang diselenggarakan di Pekalongan Jawa Tengah pada 27-29 Juli 2016.
Menhan mengimbau, para ulama bekerja sama dengan pemerintah menyadarkan kelompok-kelompok radikal yang dianut pelaku terorisme. Saat ini, lanjut dia, ancaman terbesar Indonesia adalah terorisme.
Sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, Ryamizard merasa turut bertanggungjawab melindungi umat Islam dari pengaruh radikalisme atau stigma buruk terorisme.
Sebab, tindakan teror yang mengatasnamakan islam telah mencederai dan menyakiti umat Islam yang benar-benar menganut Islam yang rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam).
"Kita sayang bangsa ini, jangan sampai (negara) yang penduduk (Muslimnya) terbesar di dunia masa Islam terseret-seret (terorisme). Tanggung jawab saya supaya umat Islam tidak terseret," ujar sang menteri.
Sementara itu, Habib Muhammad Luthfi bin Yahya berharap, konferensi yang diikuti para ulama dari 46 negara itu akan melahirkan patriot-patriot yang dapat menjadi pembela setiap negara dan bangsanya.
"Kebangsaan pada hakikatnya lebih tinggi daripada nilai kepentingan, salah satunya kepentingan politik," ucap Habib Muhammad Luthfi.