Liputan6.com, Jakarta Impian Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk kembali bersanding dengan Djarot Saiful Hidayat kemungkinan pupus seiring luka dalam yang digoreskan calon gubernur petahana itu kepada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Politikus PDIP Eva Kusuma Sundari menyebut Ahok kerap menyakiti hati partainya melalui pernyataan yang dilontarkan ke media.
Menurut Eva, PDIP diam-diam mendukung Ahok agar menang di Pilkada DKI Jakarta 2017. Bahkan jauh sebelum isu pilkada ramai, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sudah mengupayakan agar nama Ahok tetap melambung. Eva menyebut PDIP sudah mendukung Ahok sejak ia bersanding dengan Joko Widodo saat mencalonkan diri menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta pada 2012.
Dukungan lain ditunjukkan PDIP dengan memfasilitasi Ahok di Istana Negara, Jakarta Pusat, saat resmi dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta menggantikan Jokowi yang 'naik kelas'. Pada 19 November 2014, Ahok menjadi Gubernur DKI pertama yang dilantik di Istana mendobrak tradisi sebelumnya. Tradisi awal adalah Gubernur DKI Jakarta dilantik di Gedung DPRD DKI Jakarta.
Advertisement
Kebijakan pelantikan tak biasa diambil di tengah sejumlah warga yang tak sepakat jika Ahok mengisi posisi yang ditinggalkan Jokowi. Demonstrasi sejumlah ormas keagamaan yang menentang Ahok bahkan sempat berakhir ricuh. Tak ingin berlarut-larut, Jokowi yang notabene kader PDIP memberi jalan tengah dengan membiarkan pintu Istana terbuka bagi Ahok. Megawati bahkan hadir dalam momen bersejarah itu sebagai tamu istimewa.
Dukungan tersembunyi PDIP itu juga dilakukan dengan mengupayakan agar kandidat lain yang sama kuatnya dengan Ahok tidak datang ke Jakarta. Eva memang tidak menyebutkan penantang yang dimaksud, tapi salah satu sosok yang paling menonjol belakangan ini adalah Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.
"Sinyal dukungan Ibu Mega ke Ahok inilah yang tidak dibaca dengan bagus," kata Eva.
Eva mengaku kagum dengan sosok Ahok saat itu. Namun, investasi PDIP justru dimentahkan Ahok ibarat cinta bertepuk sebelah tangan. Ahok terang-terangan menolak mendaftarkan diri ke PDIP sebagai mekanisme pemilihan bakal calon gubernur.
"Intinya itu, karena dia menolak mekanisme partai dan tentu tidak bisa masuk (cagub dari PDIP). Ini menyakitkan," kata dia.
"Ini mekanisme organisasi sudah selesai, semua diserahkan ke Bu Mega. Kalau Ahok enggak masuk (daftar cagub DKI), ya enggak ada dia," Eva menegaskan
Lidah Tajam Ahok
Ahok memang terkenal dengan gaya bicara yang ceplas-ceplos. Dengan gaya bicara itu, sudah beberapa kali ia dinilai menyakiti hati orang lain. Termasuk di dalamnya para kader PDIP.
"Paling marah itu orang-orang PDIP, Ahok bilang 'saya berurusan dengan Ibu Mega, saya nggak peduli dengan PDIP," kata Politikus PDIP Eva Kusuma Sundari menirukan kata Ahok ketika itu, saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Senin 8 Agustus 2016.
Dengan demikian, kata Eva, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri pun marah anak buahnya diperlakukan seperti itu.
Tak hanya itu, Eva mengatakan, Ahok kerap menyakiti hati PDIP. Pernyataan terakhir Ahok menjelang Pilkada DKI Jakarta juga membuat PDIP sakit hati, yaitu ketika Gubernur DKI Jakarta itu mengatakan tak membutuhkan PDIP karena sudah didukung 3 partai politik yaitu Nasdem, Golkar, dan Hanura.
Sakit hati PDIP yang terbendung itu akhirnya pecah. Unek-unek mengenai Ahok pun terlontar. "Banyak luka yang diciptakan oleh statemen beliau, sementara kita sangat memihak beliau," ujar Eva.
"Boleh membesarkan namanya sendiri, tapi enggak usah mengorbankan orang lain," lanjut Eva. Apalagi, ujar dia, PDIP tak pernah menghina Ahok.
Pada 2 Agustus 2016, Ahok menegaskan tidak akan mendaftar pencalonan gubernur DKI ke PDIP. "Ngapain daftar? Orang (pendaftaran) sudah tutup juga, kan?" kata Ahok.
Ahok pun yakin akan memenangkan pilkada meski diusung oleh tiga partai, yakni Nasdem, Partai Hanura dan Partai Golkar. "Kalau mau usung kan sudah cukup tiga partai. (Mereka) sudah cukup kalau mau usung," ujar Ahok.
Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum, kata Eva, pasti marah jika anak buahnya diperlakukan seperti itu. Atas pertimbangan itulah, kata Eva, PDIP tidak akan mendukung Ahok di Pilkada DKI 2017.
"Ini mekanisme organisasi sudah selesai, semua diserahkan ke Bu Mega. Kalau dia enggak masuk (daftar cagub PDIP) ya enggak ada dia," Eva memungkasi.
Advertisement
Koalisi Kekeluargaan
Ucapan Eva terbukti. PDIP bergabung dengan enam partai politik lain dalam koalisi baru untuk mengusung calon gubernur yang akan menjadi lawan Ahok di Pilkada DKI 2017. Koalisi gemuk tersebut dinamai koalisi kekeluargaan.
Tujuh parpol tersebut adalah PAN, PDIP, Gerindra, Demokat, PKB, PKS, dan PPP. Ketujuh parpol yang diwakili petinggi masing-masing partai bertemu membahas koalisi tersebut hari ini di Restoran Bunga Rampai Jakarta.
"Ini pertemuan koalisi kekeluargaan. Koalisi kekeluargaan dari tujuh partai yang ada. Kami menyebut koalisi kekeluargaan dan sudah menghasilkan pertemuan, sudah menghasilkan hasil yang baik," ungkap Ketua DPW PAN Eko Patrio, Senin 8 Agustus 2016.
Adapun Plt Ketua DPP PDIP Bambang DH, yang juga hadir dalam pertemuan itu mengungkapkan, koalisi tujuh parpol itu disebut koalisi kekeluargaan karena benar-benar kekeluargaan.
"Musyawarah tadi yang penuh keakraban dan kekeluargaan, kami bisa sampai satu titik temu. Tidak bicara orang per orang, tapi kriteria, seperti apa pemimpin Jakarta yang akan diperjuangkan. Mudah-mudahan pilihan ini menggambarkan apa yang selama ini dicita-citakan, setelah sekian waktu warga Jakarta menyaksikan kiprah pemimpinnya," Bambang memaparkan.
Ia pun menegaskan kalau ketujuh parpol belum menentukan nama akan mengusung siapa. Karena yang ditentukan dan disepakati adalah soal kriteria calon pemimpin Ibu Kota.
"Kami sepakat memberi kriteria, pemimpin yang arif, bijaksana, santun, etika, bersih, dan cerdas. Itulah kriteria yang berhasil kami sepakati dari tujuh parpol. Mudah-mudahan bisa membantu masyarakat. Ini loh pemimpin yang bisa mengayomi," ucap Bambang.
Dia pun berharap dengan terbentuknya koalisi kekeluargaan tidak akan menimbulkan suasana gaduh politik apalagi jelang Pilkada DKI Jakarta.
"Ke depan tidak ada suasana gaduh, Jakarta sebagai ibu kota dapat ditinggali dengan suasana kondusif dan menjadi contoh pembangunan daerah lain. Itulah yang kami sepakati dalam musyawarah tadi," ucap Bambang.
Optimistis di Tengah Kepungan
Sikap PDIP yang berbalik memunggungi Ahok ditanggapi dengan ketidaktahuan calon gubernur itu. Ahok mengaku belum mengetahui kabar PDIP dan Ketua Umumnya Megawati Soekaranoputri marah besar kepadanya.
Ahok justru mempertanyakan kapan dan dari mana kabar Megawati marah padanya. "Tahu dari mana Bu Mega marah dengan saya ya? Belum tahu aku," tutur Ahok di Balai Kota.
Sementara itu, sekutu Ahok dalam persaingan merebut kursi DKI 1 menganggap lumrah jika dalam pilkada ada dinamika untuk mengalahkan calon petahana itu. "Kita hormatilah itu bagian dari demokrasi," kata Ketua DPD Hanura Dadang Rusdiana saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Senin 8 Agustus 2016.
Anggota Komisi X DPR ini mengatakan, justru semakin bagus jika banyak parpol berkoalisi ingin Ahok tidak memimpin lagi di Jakarta. Sebab, ini malah akan menguntungkan Ahok. Terlebih, masyarakat ‎Jakarta sudah merasakan hasil nyata kinerja mantan Bupati Belitung Timur itu.
"Hanura tetap optimistis,‎ semakin banyak yang mengeroyok Ahok peluang Ahok menang semakin besar. Kita sih tidak menghiraukan, acuhkan saja karena kita memang sudah optimis mengusung mendukung Pak Ahok yang sudah bekerja nyata untuk Jakarta," ujar Dadang.
Untuk itu, lanjut dia, tidak ada kekhawatiran sama sekali bagi Hanura untuk tetap mengusung Ahok. Hanura tetap percaya Ahok dapat kembali memimpin Jakarta hingga lima tahun ke depan dengan baik.
Dia yakin, masyarakat Jakarta masih ingin merasakan hasil kerja Ahok untuk Ibu Kota terus lebih baik.
"Tentu masyarakat Jakarta pemilih cerdas ya, mana calon yang tepat yang harus dipilih karena sudah membuktikan kinerjanya seperti calon petahana dan mana yang belum menunjukkan kerja nyata," ucap Dadang.
Advertisement