Liputan6.com, Jakarta - Tersangka kasus prostitusi anak untuk gay, AR, tak hanya menggunakan jejaring sosial Facebook untuk memasarkan korbannya. Dia juga memanfaatkan aplikasi di telepon pintar (smartphone) untuk memperjualbelikan korbannya secara online.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Brigjen Polisi Agung Setya menuturkan aplikasi tersebut memudahkan pelanggan AR menemukan lokasi anak laki-laki incarannya.
Baca Juga
"Data anak-anak itu (korban), dimasukkan oleh AR ke aplikasi itu. Kemudian orang-orang jadi bisa tahu. Misalnya di dekat sini, ada yang gay nih. Lalu pakai aplikasi itu, jadinya ketemu, oh ini. Jadi orang itu (pelanggannya) bisa chatting sama si anak ini," tutur Agung di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (6/9/2016).
Advertisement
"Jadi dia (korbannya) bisa bekerja atau komunikasi langsung," Agung menambahkan.
Namun, dia menolak menyebutkan nama aplikasi yang dimaksud. Sebab, temuan itu masih terus didalami oleh penyidik.
Yang pasti, Agung mengatakan aplikasi itu memuat konten pornografi. Semisal, menampilkan foto vulgar dari anak-anak korban prostitusi jaringan AR.
"Artinya kalau kami kenakan Undang-Undang tentang ITE, ini bisa kena kaitannya dengan menyebarkan konten pornografi," Agung menegaskan.
Dia menyayangkan aplikasi ini masih tersebar luas dan bisa diunduh dengan bebas. Untuk itu, pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi terkait masalah tersebut.
"Aplikasi seperti ini apakah kemudian harus diapakan? Ini sedang kami koordinasikan dan dalami," Agung menandaskan.
Sebelumnya, pengungkapan kasus ini berawal dari penelusuran Subdit Cyber Crime Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri. Hasil penelusuran didapati sebuah akun Facebook bernama 'Brondong Bogor' menyajikan anak laki-laki di bawah umur untuk dijadikan pemuas nafsu kaum gay.
Penyidik pun akhirnya menangkap pelaku, yang diketahui berinisial AR di sebuah hotel di Jalan Raya Puncak, Cipayung, Megamendung, Bogor, Jawa Barat, pekan lalu. Tak hanya itu, polisi mengamankan tujuh anak di bawah umur. Tersangka melakukan bisnis haram tersebut dibantu oleh dua tersangka lainnya yaitu U dan E yang merupakan pedagang sayur di Pasar Ciawi. Dari satu kali transaksi, para tersangka bisa mendapatkan Rp 1,2 juta, sedangkan korban hanya diberi Rp 100 ribu.