Liputan6.com, Jakarta - Sidang ke-26 kasus kematian Wayan Mirna Salihin sangat menyita perhatian publik. Sidang yang berlangsung Rabu, 28 September kemarin merupakan kesempatan bagi terdakwa Jessica Kumala Wongso membela dirinya di depan majelis hakim. Jessica pun membeberkan fakta-fakta mencengangkan mengenai dirinya.
Namun pakar hipnoterapi Kirdi Putra menilai, banyak drama yang diperlihatkan Jessica saat menjalani pemeriksaan di dalam persidangan kasus "kopi sianida". Kendati, dia tak ingin menyebutkan bahwa Jessica berbohong.
"Saya melihat sidang Jessica semalam seperti drama untuk menghibur publik. Kalau disebut bohong, kita menzalimi Jessica," ujar Kirdi kepada wartawan di Jakarta, Kamis (29/9/2016).
Menurut Kirdi, banyak pola kebetulan yang ditampilkan oleh Jessica. Namun dia mengakui, tidak ada satu metode yang bisa 100 persen menentukan seseorang berbohong atau bersalah.
Advertisement
"Seperti halnya tidak ada pola bahasa tubuh tertentu yang kemudian bisa menjustifikasi seseorang bersalah atau tidak, jika hanya berdiri sendiri-sendiri," kata dia.
Senior Consultant and Research of Narapatih ini menjelaskan, bahasa tubuh, cara bicara, dan ekspresi seseorang berdasarkan keselarasan pola yang ditampilkan dapat digunakan untuk observasi kebetulan-kebetulan.
"Beberapa kebetulan itu misalnya, kebetulan Jessica yang memilih tempat di Kafe Olivier, kebetulan Jessica pesan minum dan langsung membayar duluan, kebetulan celana Jessica robek dan dibuang, kebetulan tas ditaruh di atas meja, dan lainnya," jelas Kirdi.
Kirdi menambahkan, ada juga pola lain yang ditampilkan semasa penyidikan sampai persidangan, seperti ekspresi yang ditampilkan Jessica terlihat datar. Akan tetapi, di beberapa momen, Jessica justru menampilkan wajah emosional.
"Lalu penggunaan kacamata yang dipakai ketika memberikan keterangan, kemudian meneteskan air mata," ucap dia.
Semua Serba Kebetulan?
Kirdi mengatakan, kebetulan-kebetulan yang ditampilkan tidak bisa menjadi alat penentu apakah Jessica bersalah atau sebaliknya. Kendati begitu, kejadian yang ditampilkan bisa menjadi petunjuk dalam proses penyidikan.
"Berbagai kebetulan yang berdiri sendiri-sendiri mungkin tidak ada artinya, karena semua orang mengalami kebetulan. Bagaimana bisa sejumlah besar kebetulan terjadi dalam waktu yang bersamaan?" tandas dia.
Karena itu, Kirdi melihat sidang kasus Jessica ini memberikan pelajaran yang banyak dari segi hukum, pencitraan, dan peradilan.
"Mari kita melihat lebih dari sekadar apa yang terlihat sepotong, tapi pola yang disajikan dari awal kasus ini sampai sekarang. Kira-kira citra apa yang ingin ditampilkan Jessica? Innocent? Victim?" pungkas Kirdi.
Kasus "kopi sianida" ini memang cukup menarik perhatian publik. Mirna tewas usai minum es kopi Vietnam di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu, 6 Januari 2016 lalu. Mirna diduga tewas akibat racun sianida yang terdapat di dalam es kopi itu.