Atasi Pungli, Pemkot Depok Ingin Tambah PNS

Idris menduga, praktik pungli di lingkungan pemerintahan dilakukan orang yang bukan PNS.

oleh Ady Anugrahadi diperbarui 19 Okt 2016, 06:42 WIB
Diterbitkan 19 Okt 2016, 06:42 WIB
Wali Kota Depok
Wali Kota Depok M. Idris Abdul Somad (Liputan6.com/Ady)

Liputan6.com, Depok - Wali Kota Depok M Idris Abdul Somad punya pendapat lain soal maraknya praktik pungutan liar atau pungli di lingkungan pemerintahan. Menurut dia, salah satu yang menjadi pemicu pungli adalah kurangnya jumlah pegawai negeri sipil (PNS).

Idris menduga, praktik pungli di lingkungan pemerintahan dilakukan orang yang bukan PNS.

"Pungli sangat terkait juga dengan hal lain. Salah satu contoh kurangnya tenaga PNS untuk melayani warga," kata Idris.

Untuk itu, ia menilai perlu adanya penambahan PNS di berbagai daerah, termasuk Kota Depok.

Sampai saat ini PNS di kota berikon belimbing tersebut hanya sekira 8 ribu PNS. Tentunya, hal ini jauh dari kebutuhan untuk melayani sekira 2,1 jiwa penduduk Depok.

"Kami butuh 13 sampai 14 ribu PNS," terang Idris.

Selama ini, kata dia, pihaknya mensiasati dengan menarik tenaga sukarela. Tujuannya agar warga Depok tetap mendapatkan pelayanan dengan baik.

Namun, yang perlu diperhatikan yakni secara aturan Kemendagri dijelaskan insentif sukarelawan tidak boleh menggunakan APBD. Di situlah, celah bagi oknum non-PNS pungutan liar kepada warga.

"Darimana kami memberikan insentif kepada mereka. Jangan-jangan pungli dari situ. Saya akan pelajari itu," papar Idris.

Dia bakal memberi sanksi tegas kepada pegawai yang pungutan liar.

"Kalau memang pungli masih ada, silakan sampaikan ke kami, kami akan evaluasi," pungkas Idris.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya