Liputan6.com, Jakarta - Tiba di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Ahok yang mengenakan kemeja batik cokelat lengan panjang itu, langsung memasuki gedung Gedung Rupatama.
Pria bernama lengkap Basuki Tjahaja Purnama itu tiba di Mabes Polri pukul 08.13 WIB, menumpangi Kijang Innova B 1330 EOM. Ia didampingi Ruhut Sitompul, Junimart Girsang, Prasetyo Edi, dan Trimedya Panjaitan.
Tak ada komentar sedikitpun kepada awak media yang sudah menunggu sejak pagi itu. Dia hanya tersenyum dan melambaikan tangannya sambil memasuki Gedung Rupatama.
Advertisement
Kali ini penyidik memang sengaja memeriksa Ahok di Gedung Ruangtama, karena alasan tempat lebih luas dibanding Bareskrim. Banyaknya media menjadi bagian dari alasan memilih tempat itu.
"Dengan pertimbangan untuk keamanan dan ketertiban. Karena KKP (lokasi gedung Bareskrim) yang sudah pasti kita numpang dan pinjam ruangan di sana. Dan tempat relatif sempit untuk media dan masyarakat lain," ujar Kabareskrim Polri Komisaris Jenderal Ari Dono di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin 7 November 2016.
Pemanggilan Ahok kali kedua ini, bagian dari pengumpulan alat bukti terkait kasus dugaan penistaan agama. Kasus yang muncul saat Ahok berada di Kepulauan Seribu.
Saat itu, Ahok meminta warga di sana tak perlu khawatir program kesejahteraan akan berakhir, jika dirinya tak terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta. Ketika itulah Ahok mengeluarkan pernyataan tentang Al Maidah ayat 51.
"Kita sedang berusaha menuntaskan penyelidikan dan pengumpulan alat bukti untuk menentukan status hukum saudara Basuki Tjahaja Purnama," ujar Kadiv Humas Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar, Senin 7 November 2016.
Boy menjelaskan, bila semua alat bukti sudah terkumpul, pelaksanaan gelar perkara dalam kasus dugaan penistaan agama tersebut segera digelar.
"Proses ini kita tunggu saja. Sementara pemeriksaan ahli dari MUI menurut informasi satu di antaranya adalah Ketua MUI. Diharapkan juga bersedia untuk diambil keterangan, yakni KH Ma'ruf Amin," kata dia.
Tim pemenangan Ahok-Djarot, Ruhut Sitompul mengatakan, kedatangan Ahok ke Mabes Polri merupakan kesadaran dari mantan Bupati Belitung Timur tersebut dalam menjalani pemeriksaan.
Untuk itu, kata Ruhut, semua pihak diminta menghormati proses hukum yang tengah berlangsung.
"Saya ingatkan kita negara hukum. Presiden Jokowi tegas ingin menjadikan hukum sebagai panglima. Ada tahapan-tahapannya," kata Ruhut yang mendampingi Ahok besama Trimedya Panjaitan itu di Mabes Polri, Jakarta, Senin 7 November 2016.
Ruhut mengungkapkan, Ahok ingin kasusnya menjadi terang benderang. Karena itu, Ahok bersedia diperiksa dalam kasus dugaan penistaan agama ini.
"Kita ingin kasus ini terang benderang, tidak ada penistaan agama yang dilakukan Pak Ahok. Hormati demokrasi," tegas Ruhut.
Sementara, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Brigjen Pol Agus Rianto mengatakan, pemeriksaan Ahok kali ini lebih pada penajaman apa sebenarnya konteks Ahok mengucapkan atau menyatakan tentang Al Maidah ayat 51.
"Jadi ada beberapa poin yang harus kita pertajamkan. Apa sih sebenarnya konteksnya dia melakukan ucapan atau pernyataan seperti itu. Kita harus pertajam," ujar Agus di Mabes Polri, Senin 7 November 2016.
Agus mengatakan, Polri masih memeriksa secara simultan sejumlah saksi, termasuk memutarkan rekaman video pada saat Ahok mensosialisasi programnya di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016.
"Ada beberapa pemeriksaan di sini terkait dengan peristiwanya seperti apa, tentunya orang-orang yang berada di TKP dari berbagai sudut, baik yang di depan, samping kanan, dan lain sebagainya," kata dia.
"Kemudian pemeriksaan terhadap videonya secara forensik, dan diputar kembali ke orang-orang yang melihat dan mendengar. Apa sudah sesuai atau belum," sambung Agus.
Dalam kasus ini, kata Agus, Polri akan melibatkan berbagai ahli untuk menilai apakah keterangan Ahok di Kepulauan Seribu masuk tindak pidana atau tidak. Selain itu, apakah terbukti benar Ahok menistakan agama, seperti apa yang dilaporkan.
"Akan kita tanyakan kembali kepada ahli-ahli, baik ahli bahasa dan ahli hukum pidana. Kemudian juga masalah agama, kita perlu tajamkan, sehingga apa yang disampaikan nanti bulat dan terang benderang. Kita lakukan penegakan hukum sesuai aturan dan ketentuan yang ada," pungkas Agus.
18 Pertanyaan
Setelah delapan jam diperiksa, Ahok akhirnya keluar dari Gedung Rupatama Mabes Polri pada pukul 17.00 WIB. Senyum lebar terlihat di wajah Ahok yang didampingi sejumlah tim pengacaranya.
Dalam pemeriksaan kali ini, Ahok mendapat 18 pertanyaan dari penyidik. Ahok mengatakan penjelasan pemeriksaan hari ini dijelaskan jubir tim Ahok-Djarot, Ruhut Sitompul dan tim kuasa hukumnya Sirra Prayuna, karena itu dia enggan berkomentar banyak.
"Saya kira sudah jelas semuanya. Kalau mau tahu yang lain, tanya ke penyidik. Terima kasih. Saya mau pulang. Saya sudah lapar ini," kata Ahok sambil tersenyum.
Sementara, Tim kuasa Hukum Ahok, Sirra Prayuna, mengatakan, Ahok diperiksa sejak pukul 9.00 WIB hingga 17.00 WIB.
"Pak Ahok memenuhi panggilan Mabes Polri untuk dimintai keterangan terkait 27 September di Kepulauan Seribu," ujar Sirra di Mabes Polri, Senin 7 November 2016.
Dia mengatakan, selama diperiksa Ahok mampu menjawab sejumlah pertanyaan dengan baik. Sebanyak 18 pertanyaan mampu dijawab mantan Gubernur DKI Jakarta itu dengan cukup baik.
"Pemeriksaan berjalan lancar, Pak Ahok dapat menjawab semua pertanyaan dengan baik, sesuai dengan pemeriksaan," ucap Sirra.
Pada kesempatan sama, Ruhut menegaskan pemeriksaan Ahok hari ini merupakan lanjutan pemeriksaan sebelumnya, dengan 22 pertanyaan dari penyidik.
"Pemeriksaan ini melanjutkan pemeriksaan, yang mana Pak Ahok datang dengan kesadaran sendiri, pada 24 Oktober pada waktu itu, 22 pertanyaan. Tadi ditambahkan selesai dengan kesadaran hukum panggilan, 18 pertanyaan," ujar Ruhut.
Sementara, Anjak Madya Divhumas Mabes Polri, Kombes Rikwanto, menuturkan total pertanyaan untuk Ahok sejak pemeriksaan 24 Oktober 2016 dan hari ini adalah 40.
"Pemeriksaan terkait yang beliau lakukan di Kepulauan Seribu, yaitu program pengembangan perikanan. Bagaimana cara agar warga setempat memperoleh keuntungan dari program tersebut. Ada pernyataan yang viral yang seolah-olah menistakan agama dan dianggap penistaan terhadap umat Islam," ujar Rikwanto di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin 7 November 2016.
Tidak secara gamblang Rikwanto menuturkan apa saja butir-butir pertanyaan yang diajukan pada Ahok. Namun ia mengatakan pemeriksaan telah dilakukan secara komprehensif.
Rikwanto juga mengatakan, Polri berencana mengadakan gelar perkara kasus dugaan penistaan agama Ahok pada pekan depan.
"Gelar perkara minggu depan. Minggu ini kita masih memeriksa saksi-saksi yang belum diperiksa. Minggu ini kita harapkan ada delapan orang lagi, termasuk pelapor yang akan kita mintai keterangannya," tutur Rikwanto.
Gelar Perkara Terbuka
Kadiv Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar kembali menegaskan, gelar perkara dugaan kasus penistaan agama akan berlangsung terbuka untuk publik.
Boy mengungkapkan sejatinya gelar perkara yang biasanya tertutup tersebut, akan berlangsung terbuka. Sebab, kasus ini telah menjadi perhatian luas masyarakat.
"Semua ingin tahu, semua ingin transparan. Agar bisa sama-sama dilaksanakan secara transparan secara objektif, menghadirkan juga para ahli yang bisa menyampaikan pendapatnya. Ini artinya sesuatu bisa dilihat publik," kata Boy di Nusa Dua, Bali, Senin 7 November 2016.
Dengan begitu, Boy berharap, masyarakat akan menilai dengan sendirinya profesionalitas kinerja kepolisian yang serius menangani kasus ini. Artinya, publik bisa menilai tentang proses perumusan pengambilan keputusan terhadap perkara ini
"Tapi karena semacam eksepsional, jadi perhatian publik, tentunya ini bisa jadi pencermatan kita bersama, pengawalan bersama, karena ada sejumlah elemen masyarakat menginginkan mengetahui, tidak ingin ada sesuatu yang dicurigai," papar dia.
"Kita ingin menepis, mengurangi adanya kecurigaan-kecurigaan yang tidak fair dalam penyelidikan ini," sambung Boy.
Sejauh ini, Boy menjamin kinerja kepolisian dalam menangani kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok sudah profesional. Semua data berdasarkan keterangan para ahli yang diyakini memiliki dasar pengetahuan mumpuni.
"Juga argumentasi untuk dapat kita lihat bersama nanti berkaitan status hukum Basuki Tjahaja Purnama," imbuh Boy.
Tak hanya itu, Boy mengaku akan mengundang DPR untuk mengawasi jalannya gelar perkara. DPR dalam konteks ini sebagai pengawas.
"Jadi informasi rencananya sebagai pengawas, termasuk unsur kejaksaan juga," ucap Boy.
Gelar perkara ini merupakan permintaan langsung dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian.
Presiden Jokowi menegaskan kembali perintah itu usai blusukan ke pembangunan Tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu). Dia ingin pemeriksaan benar-benar terbuka.
"Ya, saya sudah perintahkan kepada Kapolri agar pemeriksaannya terbuka," kata Jokowi, Senin 7 November 2016.
Hanya saja, Jokowi mengingatkan Kapolri untuk memeriksa kembali aturan dan undang-undang yang ada saat ini. Bila memungkinkan untuk dibuka silakan dibuka.
"Kita juga harus lihat apakah ada aturan hukum undang-undang yang memperbolehkan atau tidak kalau boleh saya minta untuk dibuka," lanjut dia.
Pemeriksaan terbuka ini tidak bermaksud macam-macam. Jokowi hanya ingin pemeriksaan berjalan dengan baik, terbuka, dan tak ada prasangka.
"Terbuka biar tidak ada sangka," ujar Jokowi.
Sikap MUI
Hingga Senin, Mabes Polri sudah memeriksa 25 saksi terkait kasus dugaan penistaan agama. Sebanyak 13 di antaranya merupakan saksi pelapor, dan 12 sisanya ahli yang terdiri dari ahli agama, tafsir, bahasa, dan hukum pidana.
"Selanjutnya ada empat saksi yang diperiksa hari ini. Jadi totalnya ada 29 saksi yang diperiksa," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Mabes Polri Brigjend Pol Agus Rianto di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin 7 November 2016.
Dari empat saksi tambahan yang diperiksa hari ini, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin ikut menjadi saksi yang akan dimintai keterangannya dalam kasus ini. Dia diperiksa sebagai ahli.
"Diperiksa di kantornya hari ini juga," lanjut Agus.
Ahok yang menjadi pihak terlapor juga bagian dari 29 orang yang sudah diperiksa. Kementerian Agama dan Imam Masjid Istiqlal juga turut melengkapi keempat saksi lainnya.
Ma'ruf sendiri diperiksa terkait sikap keagamaan MUI, soal dugaan penistaan agama itu. Menurut Anggota Komisi Hukum dan Perundang-Undangan MUI, Abdul Chair Ramadhan, sikap keagamaan MUI soal Ahok itu sahih.
"KH Ma'ruf menyatakan bahwa fatwa atau pandangan agama itu benar, sahih, jelas," ujar Chair di Kantor MUI, Jakarta, Senin 7 November 2016.
Chair mengaskan, penyidik Dirtipidum Bareskrim Polri ingin mengklarifikasi soal sikap keagamaan MUI itu. Terutama, legalistas baik dari aspek formal maupun aspek materilnya. Namun, Chair menegaskan, sikap keagamaan MUI sudah berdasarkan kajian.
"Intinya hanya menegaskan apa yang dinyatakan MUI itu apa adanya," kata Chair.
MUI sendiri sebelumnya mengeluarkan sikap keagamaan bahwa Ahok telah menista agama. Pernyataan Ahok yang menyebut surat Al Maidah ayat 51 dikaitkan dengan Pilkada DKI, dikategorikan sebagai penghinaan kepada Alquran dan ulama yang memiliki konsekuensi hukum.
Sementara, Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid menambahkan, Bareskrim hanya ingin memperoleh kebenaran dari sikap keagamaan yang dikeluarkan MUI.
Dia pun memastikan, sikap keagamaan yang dikeluarkan MUI tidak ada yang direvisi lagi, sehingga sikap keagamaan itu sudah shahih.
Zainut menjelaskan, kedudukan pendapat atau sikap keagamaan itu lebih tinggi dari fatwa. Hal itu juga menjadi poin yang ditanyakan oleh Dirtipidum Bareskrim.
"Kami katakan pendapat dan sikap itu lebih tinggi daripada fatwa," ujar Zainut.
Advertisement
Buni Yani Bersumpah
Buni Yani yang diduga memenggal pidato Ahok saat kunjungan dinas akhir September 2016 dan menyebarkannya melalui media sosial, bersumpah tidak mengedit atau memenggal video itu.
Buni Yani yang dianggap membuat negeri ini menjadi gaduh itu, juga menegaskan bukan dirinya yang pertama kali mengunggah video itu.
"Saya bukan pertama kali meng-upload video. Sama sekali bukan saya. Ini kan dari pemda kemudian dari media NKRI. Saya dituduh memotong yang dari 1 jam ke 31 detik. Itu tidak benar," ucap Buni di Jakarta, Senin 7 November 2016.
"Saya tidak punya kemampuan editing. Saya tak punya alatnya. Saya tidak ada waktu, karena saya mengajar. Saya enggak ada kepentingan," sambung dia.
Buni Yani pun mengucap sumpah, demi membuktikan apa yang dituduhkan padanya selama ini. Khususnya, soal mengubah isi konten.
"Saya bersaksi demi Allah, dunia akhirat, tidak mengubah apa-apa dalam video tersebut sama sekali," tegas Buni.
Karena itu, Buni Yani meminta agar tuduhan yang ditujukan kepadanya dicabut. "Saya dituduh sebagai provokator, menyebarkan kebencian, SARA, karena posting ke Facebook. Itu tidak benar. Saya punya kualifikasi sebagai dosen, masa saya menyebarkan hal itu," pungkas Buni.
Dalam konferensi pers di Istana Presiden sebelumnya, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian menduga video Ahok yang diunggah di media sosial adalah hasil editan.
Diduga ada kata "pakai" yang diucapkan Ahok dihilangkan. Karena itu, Tito menilai, Ahok tidak bermaksud menistakan agama atau menghina ulama dalam pernyataannya di Kepulauan Seribu, Jakarta, beberapa waktu lalu.
"Dalam bahasanya itu, 'Jangan percaya kepada orang,' bahasanya, 'Bapak-bapak, ibu-ibu punya batin sendiri tidak pilih saya. Dibohongi pakai....' Kata 'pakai' ini penting sekali. Tapi dalam konteks itu tidak ada maksud terlapor mengatakan Al Maidah itu bohong," kata Tito di Istana Presiden, Jakarta, Sabtu 5 November 2016.
Menurut Tito, kata "pakai" inilah yang dihilangkan dalam video di media sosial. "Dibohongi Al Maidah 51 dan dibohongi pakai itu berbeda artinya," Tito menekankan.
Tak Bermaksud Lecehkan
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafi'i Ma'arif meyakini, Ahok tidak bermaksud menghina Alquran saat kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu 27 September 2016.
"Sekiranya saya telah membaca secara utuh pernyataan Ahok di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu yang menghebohkan itu," kata Buya Syafi'i dalam pernyataan tertulisnya, Senin 7 November 2016.
Buya mengaku tidak sempat mengikuti pendapat dan pernyataan sikap MUI. Namun belakangan ia baru membaca isi pendapat dan pernyataan MUI itu dari internet.
Syafii pun menyayangkan isi fatwa yang dikeluarkan MUI tersebut. Harusnya, MUI dapat lebih bijaksana membuat fatwa dan melalui pertimbangan yang matang.
"Semua berdasarkan Fatwa MUI yang tidak teliti itu, semestinya MUI sebagai lembaga menjaga martabatnya melalui fatwa-fatwa yang benar-benar dipertimbangkan secara jernih, cerdas, dan bertanggung jawab," jelas dia.
Buya berharap masyarakat tidak emosional menyikapi beredarnya video Ahok. Menurut dia, jika diperhatikan seksama tidak ada ucapan Ahok yang menghina agama apalagi kitab suci.
"Kan kata-katanya begini, jadi jangan percaya sama orang. Kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu gak bisa pilih saya, karena dibohongin pakai Surat Al-Maidah 51 macem-macem itu. Perhatikan, apa terdapat penghinaan Al-Qur'an? Hanya otak sakit saja yang kesimpulan begitu," kata dia.
Syafii menilai dalam pidato itu, Ahok hanya bermaksud menjelaskan adanya sebagian orang yang mempunyai maksud jahat, dengan menggunakan ayat di kitab suci. Ahok sama sekali tidak mengatakan surat Al-Maidah 51 itu bohong.
"Yang dikritik Ahok adalah mereka yang menggunakan ayat itu untuk membohongi masyarakat agar tidak memilih dirinya," Syafii menandaskan.
Pada kesempatan berbeda, Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK menegaskan, kasus dugaan penistaan agama ini bukan persoalan agama dan politik.
"Kita sudah sepakati bahwa kasus itu harus dibawa ke jalur hukum karena bukan persoalan agama dan politik," kata JK dalam Pesawat Khusus Kepresidenan Boeing 737-400 TNI Angkatan Udara setelah melakukan kunjungan kerja ke Bali, Senin 7 November 2016.
"Kita ini negara hukum. Jadi harus kita kembalikan kepada lembaga hukum," sambung JK, yang menerima beberapa perwakilan pengunjuk rasa pada 4 November lalu.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengapresiasi langkah polisi. Dia meminta masyarakat untuk terus percaya kepada instansi kepolisian dalam kasus dugaan penistaan agama tersebut.
"Tentu mengapresiasi langkah polisi yang memenuhi komitmennya yang memeriksa Pak Basuki Tjahaja Purnama. Kami tentu berharap kepada masyarakat dengan seksama dan mempercayakan kepada polisi," ucap Mu'ti kepada Liputan6.com, Senin 7 November 2016.
Dia mengingatkan, agar masyarakat terus menahan diri dan tidak mengintervensi polisi. Sebab, proses hukum sifatnya independen.
"Semua pihak hendaknya menahan diri. Kemudian menyepakati, bahwa proses yang berjalan, tidak bisa diintervensi siapa pun. Karena proses hukum sifatnya independen. Jangankan masyarakat, Presiden pun tak bisa intervensi," kata Mu'ti.
Terkait adanya provokator pada aksi damai 411 (4 November 2016) yang berakhir ricuh, dia meminta polisi berhati-hati, agar tidak terkesan berpihak. Meski demikian, proses hukum harus tetap dijalankan, karena tidak ada yang kebal hukum.
"Proses hukum harus dilaksanakan, iya. Karena tidak ada yang kebal hukum," ujar Mu'ti.
Karenanya, dia meminta, seluruh elemen masyarakat, pascaaksi damai 4 November dan pemeriksaan Ahok, terus menjaga perdamaian dan persatuan bangsa Indonesia ini.
"Mari kita berusaha memperkuat persatuan, sikap saling menghormati. Jangan sampai terjadi lagi kekerasan di masyarakat. Karena itu yang rugi adalah bangsa Indonesia. Kita ingin lebih kondusif," pungkas Mu'ti.
Hal senada juga disampaikan Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj. Dia mengajak seluruh bangsa Indonesia untuk saling menahan diri. Seluruh rakyat harus memperkuat ukhuwah dalam memperkokoh ikatan kebangsaan.
"Semoga peristiwa ini menjadi pelajaran yang paling berharga baik kita sebagai bangsa, sehingga tidak terulang di kemudian hari," kata Said Aqil usai menerima kunjungan Presiden Jokowi di Kantor PBNU, Jakarta, Senin 7 November 2016.
Dia juga mengatakan, sudah berdiskusi dengan para petinggi NU lainnya terkait kasus ini. NU menilai pemerintah lamban dalam menangani kasus Ahok. Pemerintah juga harus menjalin dialog dengan berbagai tokoh lainnya.
"Menyayangkan kelambanan pemerintah dalam melakukan komunikasi politik dengan rakyatnya. Mendesak kepada pemerintah untuk segera melakukan dialog yang lebih intensif dengan seluruh lintas tokoh pemuka agama, sehingga terbangun suasana yang kondusif," kata Said.
Namun demikian, Said menyebut pemerintah masih bisa memperbaiki semua, yaitu dengan menyelesaikan segera kasus Ahok, sehingga tidak memancing amarah lebih jauh.
"Iya daripada tidak, sekarang harus dilakukan. Mulai ada pemeriksaan saksi ahli dikumpulkan. Ada kelambanan, di awal-awal kalau dipanggil bisa mengurangi amarah," pungkas Said.