Liputan6.com, Jakarta - Sekelompok pemuda dari Rumah Gerakan 98 menemui Panglima Kostrad (Pangkostrad) Letjen TNI Edy Rachmayadi di Makostrad, Jakarta. Dalam pertemuan itu, kedua belah pihak membahas kondisi negara.
Belasan aktivis bertemu langsung dengan Edy di kantornya. Pertemuan tertutup itu selama 25 menit itu, berbagai masalah dibicarakan. Usai pertemuan, Eddy tak bisa ditemui karena harus menjalani rapat lain.
Juru Bicara Rumah Gerakan 98, Bernad H Haloho, mengatakan pertemuan ini merupakan konsolidasi kedua pihaknya dengan tokoh negara. Sebelumnya, mereka bertemu dengan Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk membahas hal yang sama.
Advertisement
"Waktu kita diskusi tadi di dalam, bacaan kita sama (dengan Pangkostrad) bahwa situasi bangsa ini dalam keadaan genting. Bahwa isu SARA sangat marak sekali dimainkan oleh kelompok-kelompok tertentu dan ini membahayakan kesatuan NKRI, Kebhinekaan Tunggal Ika, Pancasila, dan UUD 45," kata Bernad di Makostrad, Jakarta, Selasa (15/11/2016).
Dalam pertemuan itu, Pangkostrad, kata Bernad, juga sepakat untuk menggalang kekuatan masyarakat guna menjaga keutuhan NKRI.
Bernad berharap, aksi semacam 4 November 2016 tidak ditunggangi untuk tindakan anarkis. Walaupun, demo merupakan hak warga negara.
"Kita menghormati bahwa demonstrasi bagian dari demokrasi. Tapi kita mengingatkan supaya demonstrasi itu tidak menyebabkan ketakutan di muka publik, apalagi kalau ada rencana-rencana yang sifatnya anarkis," imbuh dia.
Karena itu, proses penegakan hukum harus dikedepankan khususnya bagi Polri. Sedangkan peran TNI dalam menjaga aksi agar tetap kondusif juga sangat diperlukan.
Sebab, Bernad melihat, aksi 4 November sudah mulai disusupi oleh aktor politik yang ingin memecah belah bangsa. Sasarannya justru bukan Ahok, tapi Presiden Joko Widodo.
Pihaknya juga sedang merumuskan beberapa solusi yang ditawarkan agar NKRI tetap kokoh. Pertemuan dengan Pangkostrad juga akan kembali dilakukan sebelum 25 November.
"Kami juga akan bertemu dengan beberapa tokoh lintas agama, seperti Gus Mus, Gus Sholah, Buya Syafii Maarif, Habib Lutfhi, dan juga Menhan," terang Bernad.
Sementara, terkait gelar perkara terbuka terbatas kasus Ahok, Bernad mengatakan akan menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Gelar perkara ini juga bagian dari proses hukum yang memang harus dijalankan.
"Kita minta supaya Polri tetap independen, tegas, objektif, dan berani mengambil keputusan tanpa ada didasari tekanan-tekanan dari pihak manapun," pungkas Bernad.