Pelaksanaan Keistimewaan Tidak Boleh Salahi UU Lainnya

Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon yang juga Ketua Tim Pemantau atas pelaksanaan UU Otonomi Khusus melakukan kunjungan kerja ke Yogyakarta.

oleh Liputan6 diperbarui 24 Nov 2016, 10:51 WIB
Diterbitkan 24 Nov 2016, 10:51 WIB

Liputan6.com, Jakarta Dalam rangka mengawasi pelaksanaan UU No.13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Yogyakarta, Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon yang juga Ketua Tim Pemantau atas pelaksanaan UU Otonomi Khusus di tiga daerah yaitu Aceh, Papua dan Yogyakarta melakukan kunjungan kerja ke Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Fadli hadir bersama delapan anggota DPR RI dari lintas fraksi.

Kami ingin mendalami sejumlah persoalan yang berkembang di Yogya terkait pelaksanaan UU tersebut, terutama untuk soal agraria,” papar Fadli, Selasa, (22/11).

Fadli menangkap ada kegelisahan di masyarakat sebagai akibat dari berubahnya politik hukum pertanahan sesudah diberlakukannya UU Keistimewaan. Ia menjelaskan hal itu tidak bisa diabaikan.

“DPR menangkap ada kegelisahan di sejumlah masyarakat Yogya akibat berubahnya politik hukum pertanahan sesudah berlakunya UU Keistimewaan. Persoalan ini tentu saja tidak boleh diabaikan, harus dicarikan penyelesaiannya,” kata Fadli.

“Dari pengaduan-pengaduan yang masuk, ada kesan bahwa UU Keistimewaan telah ditafsirkan seolah bersifat lex specialis terhadap UU Pokok Agraria, padahal seharusnya tidak. UU Keistimewaan hanya bersifat lex specialis terhadap UU Pemerintah Daerah,” Sambung Fadli.

Fadli menjelaskan proses sinkronisasi harus dilakukan pada level UU. Artinya harus digodok bersama lagi oleh pemerintah pusat dan DPR berdasarkan masukan-masukan dari berbagai pihak, dan bukan disinkronisasi di level Perda.

“Proses sinkronisasi itu memang seharusnya terjadi di level undang-undang. Artinya, harus digodok bersama lagi oleh pemerintah pusat dan DPR berdasarkan masukan-masukan dari berbagai pihak, dan bukan disinkronisasi di level Perda. Karena kalau sinkronisasi aturannya dilakukan di level Perda, UU Keistimewaan berpotensi akan menjadi lex specialis dari berbagai undang-undang,” jelas Fadli.

Ini merupakan kunjungan kerja kedua Tim Pemantau ke Yogya. Kunjungan pertama adalah pada 5-6 Juni 2015. Dari dua kali kunjungan ini, serta diskusi yang dilakukan DPR pada 26 Oktober 2015 tentang pertanahan di DIY.

Fadli menilai jika sejumlah persoalan yang muncul pasca-berlakunya UU Keistimewaan berasal dari dua hal. Pertama, pemerintah pusat belum melengkapi UU tersebut dengan berbagai peraturan pelaksana, sehingga menimbulkan interpretasi beragam. Dan kedua, UU Keistimewaan masih butuh sinkronisasi dengan UU lainnya, terutama UUPA.

Di Yogyakarta, Tim Pemantau melakukan kunjungan ke Kabupaten Kulonprogo dan Kabupaten Bantul. Sejumlah kasus sengketa agraria, seperti kasus penambangan pasir besi, lahan bandara, serta sejumlah kasus penggusuran, yang kesemuanya terkait dengan klaim tanah Sultan Ground (SG) dan Pakualaman Ground (PAG), menjadi obyek sorotan tim.

Di Kulonprogo, tim ditemui oleh Sekretaris Daerah dan jajarannya, mewakili Bupati yang tidak bisa hadir. Sementara, di Bantul tim disambut oleh Bupati dan jajarannya lengkap. Anggota Tim Pemantau lainnya yang turut hadir adalah Hanafi Rais (F-PAN), Sirmadji (F-PDIP), Andika Pandu Puragabaya (F-Gerindra), M. Nasir Djamil (F-PKS), Rufinus Hotmaulana (F-Hanura), Muslim Ayub (F-PAN), Rahmat Nasution Hamka (F-PDIP), dan Jamaludin Jaffar (F-PAN).

(*)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya