4 Alasan Kejagung Tidak Tahan Ahok

Rum menambahkan, tim peneliti yang berjumlah 13 jaksa, menilai penahanan Ahok bukan merupakan sebuah keharusan.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 01 Des 2016, 12:22 WIB
Diterbitkan 01 Des 2016, 12:22 WIB
20161201-Tak Ditahan, Ahok Tinggalkan Kejagung-Jakarta
Tersangka dugaan penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) berada di dalam mobil usai mengikuti proses pelimpahan kasusnya dari Bareskrim Polri ke Jampidum Kejagung, di gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (1/12). (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Agung Muda (JAM) Pidana Umum Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menerima pelimpahan berkas perkara tahap dua dari Bareskrim Mabes Polri. Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, tersangka kasus dugaan penistaan agama dan barang buktinya juga diserahkan ke Kejagung.

Ahok tiba di Kantor Kejagung, Jakarta, sekitar pukul 09.57 WIB, Kamis (1/12/2016). Gubernur nonaktif DKI Jakarta tersebut tiba bersama penyidik Bareskrim Polri yang dipimpin langsung Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Brigjen Pol Agus Andrianto.

Namun, Ahok tidak ditahan Kejagung. Kepala Pusat Penerangan Umum (Kapuspenkum) Kejagung Muhammad Rum mengungkapkan alasan mantan Bupati Belitung Timur itu tidak ditahan. "Memang terhadap tersangka Ahok tidak dilakukan penahanan," kata dia.

Pertama, menurut Rum, Kejagung memiliki SOP, jika penyidik (Bareskrim Polri) tidak menahan Ahok, maka pihak jaksa pun akan melakukan hal yang sama.

"Karena bahwa penyidik sudah melakukan pencekalan, berlaku sesuai SOP di kita apabila penyidk tak tahan, kita juga tidak," ujar dia.

Kedua, Rum menambahkan, tim peneliti yang berjumlah 13 jaksa itu menilai penahanan Ahok bukan merupakan sebuah keharusan. "Pendapat tim peneliti menyatakan bahwa tidak dilakukan penahanan," ungkap dia.

Ketiga, ia menjelaskan, Ahok sebagai tersangka sangat kooperatif menjalani proses hukum. "Bahwa tersangka ini setiap dipanggil datang," tegas dia.

Keempat, Rum mengatakan, materi dakwaan Ahok akan disusun secara alternatif.

"Pertama Pasal 156a dan Pasal 156 atau sebaliknya. Dakwaan secara alternatif kita tidak tahu mana yang terpenting. Dakwaan ini disusun secara alternatif 156 yang ancaman 4 tahun atau 156a yang ancaman 5 tahun," beber dia.

Ia mengungkapkan, pihaknya sedari awal mendengar respons yang disampaikan masyarakat. Bahkan sejak Kejaksaan menerima Surat Perintah Dimulainya Penyelidikan (SPDP) dari Polri, pihaknya membentuk tim yang memberikan supervisi terhadap kasus tersebut.

Begitu juga dengan pelimpahan berkas tahap pertama, pihak Kejaksaan juga langsung membentuk tim yang berisi 13 jaksa peneliti. "Artinya kita minimalkan waktunya, kita optimalkan kerjanya," Rum memungkasi.

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya