Bareskrim Kembali Serahkan Berkas Kasus Pagar Laut ke Kejagung, Kapuspenkum: Saat Ini Masih Ditelaah

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejagung kini tengah meneliti kembali berkas tersebut. Tim JPU akan mendalami kembali fakta-fakta hukum untuk memastikan apakah benar tidak ada unsur tindak pidana korupsi.

oleh Tim News Diperbarui 12 Apr 2025, 15:15 WIB
Diterbitkan 12 Apr 2025, 15:15 WIB
Secara Serentak, Ribuan Personel Gabungan Bersama Nelayan Bongkar Pagar Laut di Tangerang
Pagar bambu yang telah copot dikumpulkan lalu langsung dinaikkan ke atas kapal dan dibawa ke dermaga. (Magang/Liputan6.com/Muhammad Rizal)... Selengkapnya

 

Liputan6.com, Jakarta - Bareskrim Polri telah melimpahkan berkas perkara dugaan pemalsuan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) untuk proyek pagar laut di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten atau dikenal tahap 1 ke Kejaksaan Agung. Dalam kasus ini, salah satu tersangkanya adalah Kepala Desa (Kades) Kohod, Arsin.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar mengkonfirmasi, berkas perkara itu kini sedang ditelaah oleh tim peneliti Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung. Dia mengatakan, surat dari penyidik perihal pengiriman kembali berkas perkara tersangka Arsin Bin Asip, dan kawan-kawan telah diterima per 10 April 2025

"Saat ini Tim JPU sedang mempelajari dan meneliti kembali," kata dia kepada wartawan, Sabtu (12/4/2025).

Harli mengatakan, Kejaksaan Agung akan meminta penyidik Bareskrim melimpahkan tersangka maupun barang bukti, bilamana berkas telah dinyatakan lengkap. Dia menegaskan, proses penelaahan hingga kini masih berjalan.

"Jika hasil penelitiannya sudah ada nanti kita sampaikan ya," tandas dia.

Dalam berkas tersebut, Bareskrim menyimpulkan bahwa dugaan pelanggaran hanya sebatas tindak pidana umum, yakni pemalsuan dokumen milik warga terkait kepemilikan lahan di kawasan pesisir. Oleh karena itu, pasal korupsi tidak dimasukkan dalam dakwaan.

Menurut penjelasan Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Pol Djuhandani, tidak ditemukan unsur kerugian negara dalam perkara ini. Ia menegaskan bahwa penyidik merujuk pada Putusan MK No.25/PUU-XIV/2016, yang menyatakan bahwa pasal korupsi harus dibuktikan dengan adanya kerugian keuangan negara secara nyata dan berdasarkan audit lembaga resmi seperti BPK atau BPKP.

“Dalam frase dapat merugikan kerugian negara di pasal 2 dan 3 Undang-Undang No.31 tahun 1999, sebagaimana diubah dalam Undang-Undang No.20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sehingga kerugian negara secara nyata haruslah berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI atau BPKP,” tegas Djuhandani.

Kerugian Nelayan Diakui, Tapi Bukan Kerugian Negara

Menurut Djuhandani, pemalsuan dokumen oleh Kades Kohod memang berdampak pada masyarakat sekitar, khususnya para nelayan di Desa Kohod yang kesulitan melaut akibat pemagaran laut. Namun, dampak tersebut dinilai tidak masuk dalam kategori kerugian negara.

"Karena kerugian yang ada saat ini yang didapatkan penyidik adalah kerugian yang oleh para nelayan dengan adanya pemagaran itu dan lain sebagainya. Jadi kita masih melihat itu sebagai tindak pidana pemalsuan," kata Djuhandani.

 

Reporter: Rahmat Baihaqi/Merdeka

Infografis Pemasangan Pagar Laut dan Dampak ke Nelayan
Infografis Pemasangan Pagar Laut dan Dampak ke Nelayan. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya