Liputan6.com, Jakarta Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup signifikan setiap tahunnya. Bentuknya bukan hanya kekerasan fisik, melainkan juga psikis, seksual, penelantaran, dan eksploitasi. Pelakunya pun bukan hanya orang luar, bahkan orang yang berasal dari lingkungan terdekat. Fakta ini menyadarkan kita bahwa diperlukan upaya secara masif untuk melakukan pencegahan melalui gerakan masyarakat agar dapat menciptakan kondisi lingkungan yang aman dan nyaman bagi perempuan dan anak.
Upaya untuk melindungi perempuan dan anak ini merupakan komitmen nasional sebagai bagian dari pembangunan sumber daya manusia. Upaya ini diwujudkan dalam keikutsertaan Indonesia, dalam hal ini Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP dan PA), Yohana Yembise dalam Pertemuan Global Partnership to End Violence Against Children di New York pada awal Desember lalu.
Pertemuan ini diinisiasi dan dipimpin oleh UNICEF yang bertujuan untuk mempersatukan program dan upaya yang sistematis dan terstruktur dalam memerangi kekerasan terhadap anak melalui pembangunan dan penggalangan komitmen politik, akselerasi program-program, dan penguatan kerjasama seluruh stakeholder dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap anak.
Indonesia melalui Kementerian PP dan PA dijadikan sebagai salah satu pathfinder atau negara pembuka jalan bagi gerakan ini dengan pertimbangan bahwa Pemerintah Indonesia telah berhasil melakukan berbagai terobosan inovatif dalam pencegahan dan penghapusan kekerasan terhadap anak sehingga diharapkan dapat membagi pengalaman dan praktik terbaiknya dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap anak.
Advertisement
Selain sebagai pathfinder country, Pemerintah Indonesia juga didaulat sebagai board member yang bertugas membangun komitmen politik di seluruh negara anggota, menguatkan upaya penggalangan sumber daya yang diperlukan dan menyusun target, tujuan, dan strategi pelaksanaan program penghapusan kekerasan terhadap anak di tingkat global.
Perempuan dan anak merupakan kelompok yang rentan mengalami tindakan kekerasan. Permasalahan perlindungan perempuan dan anak dari kekerasan bukan hanya merupakan bagian dari tugas pemerintah pusat dan pemerintah daerah, tetapi perlu didukung oleh semua pihak terutama masyarakat, dunia usaha maupun media massa untuk mencegah terjadinya kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi terhadap perempuan dan anak," ujar Sekretaris Kementerian PP dan PA, Wahyu Hartomo.
Dalam rangka peringatan Hari Ibu ke-88 Tahun 2016, Kementerian PP dan PA menggelar Talkshow dengan tema Kesetaraan Perempuan dan Laki-Laki Untuk Mewujudkan Indonesia Bebas dari Kekerasan, Perdagangan Orang, dan Kesenjangan Ekonomi di Jakarta, Kamis (15/12).
Permasalahan lain yang mengemuka dalam seminar yang diadakan Kementerian PP dan PA bersama 6 organisasi perempuan, yakni OASE KK, Kongres Wanita Indonesia (KOWANI), TP. PKK Pusat, Dharma Pertiwi, Dharma Wanita Persatuan Pusat, Bhayangkari, dan sejumlah tokoh perempuan ini adalah masih adanya kesenjangan akses terhadap perempuan, baik di bidang ekonomi maupun bidang-bidang lainnya sehingga perempuan kerap kali mengalami kendala dalam berbagai sektor pembangunan.
Untuk mengakhiri permasalahan yang dihadapi kaum perempuan dan anak, Kementerian PP dan PA memiliki program unggulan Three Ends, yakni (1) Akhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak; (2) Akhiri perdagangan orang; dan (3) Akhiri ketidakadilan akses ekonomi untuk perempuan.
"Program ini diharapkan dapat membangun kepedulian dan kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan perempuan dan anak sebagai isu prioritas demi mewujudkan Indonesia yang ramah bagi perempuan dan tumbuh kembang anak," tutur Heru.
Melalui seminar tersebut, Heru juga berharap semua pihak dapat memberikan kontribusi dan pengaruh positif bagi peningkatan kualitas hidup, pemenuhan hak, dan kemajuan perempuan dan anak, serta membantu mengimplementasikan program Three Ends kepada seluruh lapisan masyarakat.
Powered By:
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia
Â