Liputan6.com, Jakarta - Pukul 22.00 WIB, satu dari empat taruna senior Sekolah Tinggi Ilmu Palayaran (STIP) Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, memanggil enam juniornya untuk berkumpul setelah mereka selesai latihan drum band.
Para taruna tingkat satu itu pun mengikuti perintah empat seniornya itu. Mereka berkumpul di lantai 2, kamar M-205. Sesampai di lokasi, satu per satu dari 4 senior itu menganiaya juniornya dengan tangan kosong.
Saat senior WS melayangkan pukulan terakhirnya kepada Amirullah Adityas Putra (19), tiba-tiba Amirullah pingsan dan ambruk ke dada seniornya itu.
Advertisement
Panik melihat kejadian itu, para senior langsung membaringkan Amirullah di tempat tidur. Empat senior tersebut lalu menghubungi seniornya di tingkat 4 dan langsung dilanjutkan ke pembina dan piket medis STIP untuk memeriksa kondisi korban.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, Amir baru mendapatkan penanganan medis sekitar pukul 00.15 hingga 01.45 WIB. Namun, nyawanya tak tertolong lagi. Melihat kondisi Amir tak bernyawa, petugas medis bersama sejumlah saksi lantas melaporkan ke Polsek Cilincing, Jakarta Utara, sekitar pukul 02.00 WIB.
Peristiwa ini kontak menggegerkan publik. Sebab, tewasnya seorang taruna muda di STIP Marunda bukanlah yang pertama.
"Kejadian tersebut merupakan insiden yang ketiga kali. Sebelumya terjadi tahun 2012 dan tahun 2013," ujar Humas Polres Jakarta Utara Kompol HM Sungkono, saat dikonfirmasi Liputan6.com, Rabu (11/1/2017).
Berdasarkan hasil autopsi, terdapat luka lebam di beberapa bagian tubuh korban. "Pas difoto sebelum dibawa masuk forensik, ada luka lebam di muka," kata paman korban, Nur Arifin (45), di RS Polri, Kramatjati, Jakarta Timur.
Luka lebam juga ditemukan di dada dan ulu hati Amir. Dia meminta, polisi mengusut tuntas kasus ini. "Diusut tuntas, karena ini bukan kejadian pertama kali terjadi," kata Arifin.
Dia meyayangkan kejadian ini terus terulang. Terlebih, penganiaayaan terjadi di lingkungan kampus yang seharusnya sebagai ruang menuntut ilmu.
"Pelaku harus dihukum seberat-beratnya, dan keluarga menyerahkan seluruh prosesnya kepada hukum," kata Arifin.
Tak butuh waktu lama, polisi mengamankan empat terduga pelaku yang merupakan taruna tingkat dua STIP Jakarta. Mereka adalah SM (20), WS (20), IS (22), dan AR (20).
Kepala STIP Capt Weku F Karuntu mengatakan, pihaknya menyerahkan kasus ini seluruhnya ke kepolisian.
"Biarkan berproses secara hukum, ranah pidana kami tidak mencampurinya," kata Weku saat dihubungi Liputan6.com, Rabu.
Weku menegaskan pihaknya akan segera menggelar sidang untuk pemecatan para taruna yang diduga menganiaya dan menewaskan Amirullah.
"Kami akan melakukan sidang, sementara sambil berjalan simultan proses di kepolisian, sesegera mungkin dipecat," ujar Weku.
Menhub Bela Sungkawa
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan bela sungkawa atas meninggalnya Amirulloh Adityas Putra, taruna STIP Tingkat I Angkatan Tahun 2016 Jurusan Nautika itu.
Budi Karya menyesalkan terjadinya tindakan kekerasan di STIP Jakarta hingga menewaskan tarunanya. Kementerian Perhubungan telah berulang kali mengingatkan para pengelola sekolah, untuk melaksanakan standar prosedur atau protap pengawasan. Tujuannya, untuk mencegah terjadinya kekerasan di sekolah-sekolah di bawah pembinaan Kementerian Perhubungan.
"Menhub telah memerintahkan Kepala Badan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Perhubungan, untuk membentuk tim investigasi internal, guna melakukan investigasi mengapa kasus tersebut sampai terjadi lagi," ujar Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Bambang S Ervan dalam keterangan tertulisnya.
Bambang menjelaskan, Kemenhub telah membentuk tim investigasi internal, yang diketuai Sekretaris BPSDM Perhubungan Edward Marpaung.
"Sebagai tindak lanjut dari kejadian tersebut, Kemenhub juga telah mengambil langkah cepat dengan membebastugaskan Ketua STIP, Capten Weku F Karuntu." kata Bambang.
Sebagai pengganti Weku, Menhub menunjuk Pelaksana Tugas Ketua STIP. Keputusan ini diambil, untuk mempermudah pelaksanaan tugas tim investigasi internal yang telah dibentuk.
Kemenhub sendiri akan bertanggung jawab terhadap seluruh proses, mulai dari rumah sakit sampai pemakaman jenazah Amirulloh. Kemenhub juga telah menyerahkan penanganan kasus ini ke kepolisian, untuk diproses sesuai hukum yang berlaku.
"Menhub Budi menginstruksikan kepada Kepala BPSDMP agar lebih meningkatkan pengawasan dan pembinaan, baik secara edukasi maupun peningkatan moral taruna-taruni sekolah tinggi di bawah pembinaan Kemenhub, untuk mencegah terulangnya kasus ini ke depan," Bambang menegaskan.
Dari Istana Kepresidenan, Menteri Perhubungan Budi Karya mengatakan, kasus ini harus diselesaikan di jalur hukum, mengingat sudah ada korban meninggal.
"Berkaitan dengan pelaku, karena ada yang sampai meninggal, kita nilai ini sebagai sesuatu ranah hukum," kata Budi Karya.
Pemicu Penganiayaan
Kepala Badan Pengembangan SDM Perhubungan Wahju Satrio Utomo membeberkan informasi yang diterima terkait penganiayaan tersebut.
Menurut Utomo, kejadian tersebut tidak dipicu karena adanya bentrok antara senior dan junior. Namun disebabkan adanya cara tidak wajar yang dilakukan kakak tingkat sebagai bentuk penyerahan posisi pemain drum band kepada adiknya.
"Menurut teman-teman almarhum, ada hubungan peralihan pemain drum band dari kakak kepada adiknya. Ini kita perlu teliti lebih lanjut," tutur Utomo di Ruang Maritim STIP, Cilincing.
Dia pun menampik bahwa kegiatan tersebut masih merupakan bagian dari ospek kampus.
"Jadi ini bukan ospek. Ini taruna lama. Masuk sekitar September jadi sudah 4 sampai 5 bulan. Jadi bukan ospek. Info sementara dari rekan almarhum itu memang tidak diketahui keluar dari kamar. Sendirian lah bisa dibilang," jelas dia.
Jenazah Amirullah dimakamkan di TPU Budi Darma, Semper, Jakarta Utara. Rombongan jenazah berangkat dari rumah duka di Jalan Warakas 3 Gang 16 nomor 14 RT 7 RW 14, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara, sekitar pukul 14.30 WIB.
Jenazah dilepas dari rumah duka dengan doa dan upacara pelepasan dari senior dan teman seangkatan. Penghormatan terakhir pun diberikan. Isak tangis keluarga, kerabat dan tetangga rumah pun tak ketinggalan mewarnai kepergian pria kelahiran 25 Mei 1998 itu.
"Iya dimakamkan di TPU Budi Darma, Semper," kata salah satu warga, Faiz di rumah duka, Jakarta Utara, Rabu.
Diduga tindak kekerasan yang dilakukan para senior ke korban tidak hanya sekali. Kekasih Amir, Amira, mengaku sering berjumpa Amir dengan keadaan lemas. Dia pun sering melihat beberapa luka lebam di tangan, dada, dan perut korban. Namun, Amir selalu menutupi dan tak pernah mengakui soal bekas luka-luka yang mewarnai tubuhnya.
"Selama ini dia enggak pernah ngeluh dipukulin. Saya ketemu dia tuh kadang ada bekas luka di tangan, kan kelihatan agak memar gitu. Tapi dia selalu bilang enggak apa-apalah," kata Amira sambil sesenggukan, di rumah korban, Warakas.
Kenalkan Senior
Ia melanjutkan, suatu waktu dirinya mendesak Amir agar bercerita soal aktivitasnya di STIP, namun lagi-lagi korban mengatakan di sekolah semuanya berjalan baik-baik saja.
"Enggak mau cerita. Katanya biasa saja enggak pernah bagaimana-bagaimana. Tapi ya curiga kan ada bekas luka-luka gitu," tambah dia.
Kakak korban, Amar menambahkan, sebelumnya Amir memang pernah bercerita soal bully dan penganiayaan yang dialaminya dari seniornya.
"Amir pernah cerita tentang luka lebamnya yang katanya dipukul seniornya," ujar Amar.
Meski sering dianiaya, Amir kata kekasihnya, justru selalu mengenalkan kepada orang lain bahwa seniornya di sekolah adalah teman belajar dan bermain yang menyenangkan.
Menurut Amira, kekasihnya Amir saat itu pernah mengenalkan salah satu pelaku sebagai senior yang baik.
"Amir tuh justru pernah ngenalin seniornya, Akbar, ini loh orangnya baik banget. Sebulan yang lalu seingat saya dikenalin," kata Amira.
Amira mengaku tidak menyangka bahwa salah satu seniornya yang pernah dikenalkan Amir justru menjadi satu dari kelima tersangka penganiayaan yang menewaskan Amir.
"Siapa yang nyangka, Amir bilangnya dia baik, enak orangnya," tambah dia.
Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Awal Chairuddin mengungkapkan, Amir, bersama empat taruna STIP lainnya dianiaya secara bergantian.
Keempat teman seangkatan Amir tersebut juga masih menjalani perawatan akibat pemukulan yang dilakukan oleh senior mereka.
"Keempat rekannya dalam keadaan luka, memar-memar di tubuh," ujar Awal.
Akibat ulah tak berperikemanusiaan itu, 4 senior Amir dan satu senior lainnya yakni JK, ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penganiayaan.
Namun untuk tersangka JK, dari hasil pemeriksaan tidak terkait langsung dengan penganiayaan Amir. Tapi tersangka JK diduga kuat ikut menganiaya lima teman seangkatan Amir lainnya.
"Jadi ada enam taruna korban termasuk korban Amir yang meninggal. Total 5 tersangka. Untuk tersangka JK dari hasil pemeriksaan awal hanya menganiaya yang 5 rekan Amir," kata Awal.
Kelima pelaku dijerat dengan Pasal 170 Sub 351 Ayat 3 KUHP dengan ancaman pidana 12 tahun penjara. "Kelima pelaku masih kami lakukan penyidikan lebih lanjut," ujar Awal.