Liputan6.com, Jakarta - Anggota Panitia Khusus (Pansus) Revisi Undang-undang Pemilihan Umum (UU Pemilu) Fraksi Partai Golkar Hetifah Sjaifudian menyatakan, partainya lebih memilih sistem proporsional tertutup dalam Pemilu 2019. Alasannya karena efek negatif sistem terbuka.
Menurut dia, salah satu efeknya adalah maraknya money politics atau politik uang.
"Karena dengan sistem suara terbuka berdasarkan suara terbanyak, orang berusaha untuk meraih simpati dan salah satu cara tentu saja dengan memberikan uang atau berupa barang, untuk membuat masyarakat memilih secara langsung," ungkap Hetifah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/1/2017).
Advertisement
Kemudian, lanjut dia, adalah tingkat korupsi akibat dari money politics. Hetifah mengatakan, saat seorang calon legislatif (caleg) terpilih, maka dikhawatirkan akan mengeluarkan uang untuk membalas jasa para pemilihnya.
"Kemudian juga bentuk kompensasi atau kompetisi yang ada di dalam internal (partai) pun itu sangat merusak," kata Hetifah.
Selain itu, lanjut dia, yang terpenting adalah tidak ada satu efek penguatan partai politik dari sistem terbuka. Peran partai politik disebut menjadi minimal dan lebih menonjolkan individu-individu caleg.
"Dan yang paling penting dari semua itu adalah tidak ada satu efek penguatan partai politik. Jadi peran partai politik jadi minimal, lebih kepada peran daripada individu-individu caleg-caleg yang bersangkutan. Sehingga partai politik sebagai lembaga tentunya sebagai pilar dari demokrasi itu melemah," papar Hetifah.
"Nah itu yang kita inginkan politik diperkuat tapi juga orang-orang terpilih jangan sampai semata-mata karena akses mereka kepada dana atau popularitas semata. Misalnya dia seorang selebritis, tapi kita ingin nanti orang-orang yang duduk di DPR ataupun menduduki jabatan jabatan publik adalah mereka yang memiliki kompetensi dan sudah memiliki pengalaman di dalam organisasi maupun pelayanan publik," imbuh dia.
Mengenai penambahan anggota DPR yang dilontarkan menjadi bahan diskusi di Pansus, Hetifah menilai hal itu lebih kepada penataan Daerah Pemilihan (Dapil). Hal itu bagian dari dampak adanya penambahan jumlah penduduk dan pemekaran beberapa daerah.
"Nah kalau kita tetap (tidak bertambah) juga enggak apa-apa. Tapi akibatnya harus ada dapil-dapil yang nanti kursinya rela dikurangi, atau kita mungkin menata kembali," Hetifah memungkas.