Liputan6.com, Jakarta - Mulai tahun ini Olimpiade Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Prodi PPKn Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Riau (Unri) memperebutkan piala begilir Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Setelah tahun-tahun sebelumnya olimpiade PPKn yang dilaksanakan sejak 2011 ini memperebutkan piala bergilir Gubernur Provinsi Riau.
Olimpiade PPKn se Provinsi Riau kembali digelar. Kegiatan yang sudah berlangsung sejak 2011 ini diikuti peserta baik dari sekolah dasar hingga tingkat sekolah menengah atas (SMA). Nantinya mereka bakal memperebutkan piala bergilir Gubernur Provinsi Riau.
Anggota DPR/MPR, Jon Erizal mengaku bersyukur kembali diadakannya olimpiade PPKn di Riau. Menurutnya, kegiatan tersebut dapat membantu pemerintah pusat khususnya MPR dalam mensosialisasikan program Empat Pilar Kebangsaan.
Advertisement
"Karena kalau sosialisasi yang kita lakukan one way, tidak terlalu efektif," kata Jon ketika memberikan sambutannya dalam acara tersebut di Aula Gedung Serbaguna Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Riau, Senin 20 Februari 2017.
Jon menilai, kegiatan ini baik juga dilakukan di daerah-daerah lain. Sehingga masyarakat memiliki rasa berkebangsaan dan bernegara yang kuat.
"Kita lihat permasalahan kebhinekaan sudah terjadi. Kita saling curiga. Kalau bukan kelompok kita berarti musuh. Ini kan salah, sehingga pihak luar mudah sekali memecah belah kita. Oleh karena itu, kami tentunya mengajak semua generasi baik tua maupun muda, bahu membahu bersatu menjaga keutuhan berbangsa dan bernegara ini," terang anggota MPR ini.
Jon mengatakan Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau memiliki potensi sumber daya alam (SDA) yang melimpah. Namun untuk mempertahankannya, Jon mengaku tidaklah mudah. "Tantangannya juga luar biasa," ucap dia.
Ia mencontohkan, bagaimana sulitnya warga yang tinggal di pulau-pulang terpencil di kawasan Riau dan Kepualauan Riau yang masih kesulitan mendapatkan pelayanan dari pemerintah. Khususnya, akses pelayanan kesehatan.
Masyarakat di sana, terang Jon, perlu perjuangan ekstra hanya untuk menemukan pelayanan rumah sakit yang baik. Bahkan, tak jarang mereka memilih berobat ke negera tetangga karena jarak yang cukup dekat.
"Mereka dari pulau-pulau, sampai Pekanbaru naik perahu bisa 5 jam, kemudian harus naik pesawat lagi. Lalu naik mobil lagi bisa 3 jam, lalu nanti tiba di RS di Jakarta misalnya, mereka mungkin bisa 10 jam. Tapi kalau mereka ke Malaka hanya butuh waktu 1,5 jam," tambah Jon.
Oleh karena itu, ia pun meminta pemerintah pusat juga memperhatikan warga yang tinggal kepulauan. Apalagi yang berbatasan langsung dengan negara tetangga.
"Karena kalau tidak, bisa berbahaya. Kalau sempat ada referendum, bisa 100 persen warga ke sana. Ini kan sesuatu hal yang tidak baik buat kita. Ini yang harus kita jaga," kata anggota MPR ini.