Peradi Telusuri Dugaan Pelanggaran PT Freeport Indonesia

Dugaan pelanggaran PT Freeport Indonesia adalah belum dibangunnya smelter yang terdapat di Gresik, Jawa Timur.

oleh Liputan6 diperbarui 28 Feb 2017, 08:52 WIB
Diterbitkan 28 Feb 2017, 08:52 WIB
PT Freeport Indonesia
PT Freeport Indonesia

Liputan6.com, Jakarta - PT Freeport Indonesia (PTFI) ditengarai melakukan pelanggaran terkait Kontrak Karya (KK). Terkait hal itu, Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) tengah menelusi pelanggaran apa saja yang diduga dilakukan PT Freeport Indonesia.

"Kami mendukung (Pemerintah-Red) dan memberikan aksi hukum, beliau (Menteri ESDM Ignasius Jonan) senang sekali. Bila perlu akan dilibatkan dengan Jaksa Agung untuk proses arbitrase nantinya," ujar Dewan Penasihat Peradi Otto Hasibuan ketika ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (27/2/2017).

Peradi juga meminta akses informasi dan data terkait PT Freeport kepada Kementerian ESDM untuk mempelajari lebih lanjut kasus dugaan pelanggaran yang dilakukan PT Freeport Indonesia.

Dugaan dari Peradi, Otto menambahkan, PT Freeport Indonesia telah melakukan pelanggaran terhadap kontrak kerja sama, khususnya berkaitan dengan lingkungan hidup. Saat ini Peradi sedang mempelajari dugaan pelanggaran lingkungan hidup tersebut.

Selain itu dugaan lainnya adalah belum dibangunnya smelter Freeport yang terdapat di Gresik, Jawa Timur. "Kewajibannya belum dilaksanakan, smelter hanya 40 persen saja. Kalau dalam bahasa hukum, jika tidak melakukan kewajiban itu sudah melakukan pelanggaran," kata Otto, seperti dikutip dari Antara.

Selanjutnya, ia menjelaskan masih ada pelanggaran terkait konsentrat namun masih dalam tahap dugaan.

Otto menegaskan jika sampai pada proses arbitrase, ia yakin posisi pemerintah kuat dan harus memiliki keyakinan.

Sebelumnya, aktivis dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) meminta PT Freeport dan pemerintah Indonesia agar lebih memerhatikan kondisi dampak lingkungan Papua daripada keperluan kontrak bisnis.

"Sudah miliaran ton limbah yang ditumpahkan PT Freeport ke sungai yang ada di Papua. Dan kondisi lingkungan di sekitar pertambangan tersebut sudah tidak baik, hal ini seharusnya juga ada perhatian khusus," kata aktivis Melky Nahar.

Saat berdiskusi mengenai aturan mineral yang dikeluarkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait ekspor tambang, ia mengatakan yang dirugikan adalah masyarakat Papua.

"Saya kira posisi rakyat Papua tidak dipertimbangkan secara serius dalam hal ini (kontrak karya PT Freeport Indonesia)," ucap Melky Nahar.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya