Tuduh Nezar Patria PKI, Alfian Tanjung Berdamai

Sebagai seorang pegiat kebebasan pers, Nezar menghargai hak kebebasan berbicara Alfian.

oleh Andrie Harianto diperbarui 08 Mar 2017, 20:53 WIB
Diterbitkan 08 Mar 2017, 20:53 WIB
Nezar Patria
Nezar Patria (berkemeja hitam di kiri) dan Alfian Tanjung (berkemeja kuning di kanan) dan Kamal Farza (tengah), di Gedung Dewan Pers, Jakarta, saat mengklarifikasi pernyataan tentang Istana Merdeka sarang PKI (Facebook Nezar Patria)

Liputan6.com, Jakarta Dosen Universitas Profesor Hamka Alfian Tanjung menjawab somasi yang dilayangkan anggota Dewan Pers Nezar Patria. Alfian sebelumnya menuduh Nezar sebagai PKI dan aktif menggelar rapat tersembunyi di Istana Merdeka.

Jawaban atas somasi tersebut dilakukan Alfian pada Rabu (8/3/2017) di Gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat.

"Intinya Beliau ada khilaf dalam hal menjustifikasi nama-nama orang yang dituduhkan itu. Beliau menyatakan kekeliruan dan meminta maaf kepada Pak Nezar Patria," kata pengacara Nezar, Kalam Farza, saat dihubungi Liputan6.com.

Sebagai seorang pegiat kebebasan pers, Nezar menghargai hak kebebasan berbicara Alfian. "Tapi yang namanya fitnah tetap harus diminimalisir," kata Kamal.

Dengan demikian, tidak ada langkah lanjutan atau proses hukum usai permintaan maaf yang dilayangkan Alfian.

"Di pihak Nezar sudah selesai," kata dia.

Mundur ke belakang, sebelumnya Nezar Patria melayangkan somasi terkait tudingan Alfian yang menyebut Istana Merdeka adalah sarang PKI.

Tudingan tersebut beredar luas di media sosial, Sabtu 1 Oktober 2016 sekitar pukul 20.00 WIB, di Masjid Jami Said, Tanah Abang, Alfian Tanjung mengatakan, "Mereka (PKI) sudah menguasai Istana, hampir sebulan ini tak ada lagi konsultan tentara. Rapat-rapat di istana negara sekarang ini dipimpin oleh orang yang namanya Teten Masduki, Urip Supriyanto, Budiman Sudjatmiko, Waluyo Jati, Nezar Patria, dan sederet kader-kader PKI, yang mereka menjadikan istana tempat rapat rutin mereka tiap hari kerja di atas jam delapan malam ke atas. Keren ya, jadi istana negara sekarang jadi sarangnya PKI sejak bulan Mei 2016."

Dihubungi terpisah, Alfian mengatakan bahwa dirinya hadir di Dewan Pers adalah untuk menjawab somasi yang dilayangkan Nezar.

"Saya keliru terhadap dia. Secara sportif dan kstaria saya meminta maaf kepada dia," kata Alfian.

Meski demikian, Alfian yang mengaku meneliti soal PKI selama 30 tahun mengakui ada gerakan-gerakan terselubung di dalam Istana Merdeka.

"Saya tidak bilang di Istana tidak ada acara (rapat) itu. Bagi yang tidak terima silakan diproses hukum," kata Alfian.

Nezar Patria melalui akun media sosialnya mengatakan, tuduhan tanpa disertai data sangat berbahaya.

"Betapa bahayanya informasi salah jika dia menjadi viral. Terutama betapa dosanya jika fitnah itu terus menyebar ke jutaan orang dan lalu menyebabkan berbagai kerusakan," tulis Nezar.

Adapun testimoni lengkap terkait damai kedua pihak tersebut dalam laman Facebook Nezar Patria, adalah sebagai berikut:

"Saudara Alfian Tanjung mengakui kesalahan data dan tuduhan yang disampaikannya dalam sebuah ceramah yang kurang lebih isinya "Ada PKI di Istana" beberapa waktu lalu. Dalam ceramahnya itu dia menyebut nama saya sebagai kader PKI dan kerap mengadakan rapat malam di Istana. Tentu saja saya tak bisa membiarkan informasi salah itu ditelan oleh publik dan karenanya saya meminta pengacara J Kamal Farza mengirimkan somasi kepada Alfian Tanjung.

Tadi siang, dalam rangka menjawab somasi itu, dia datang ke kantor Dewan Pers, tempat saya bekerja, dan meminta maaf atas kesalahan yang dilakukannya. Dalam kesempatan itu dia menegaskan ada kesalahan mendasar dari data yang dimilikinya, dan ternyata tak benar saya kader PKI dan bekerja di Istana. Saya katakan kepada Saudara Alfian betapa bahayanya informasi salah jika dia menjadi viral. Terutama betapa dosanya jika fitnah itu terus menyebar ke jutaan orang dan lalu menyebabkan berbagai kerusakan.

Saya menghargai kedatangan dan maksudnya untuk meminta maaf, dan tentu saja saya memaafkannya. Semoga ada pelajaran yang bisa dipetik, bahwa semestinya nalar kritis dan disiplin verifikasi tidak mati di tengah arus informasi yang bebas ini."

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya