Liputan6.com, Jakarta Kasus korupsi e-KTP mulai dikaitkan dengan dampak politik. Tak bisa dipungkiri nama-nama yang muncul dalam dakwaan merupakan anggota DPR yang sebagian kini sudah menjadi pejabat publik. KPK pun diminta hati-hati dengan politisasi kasus e-KTP.
Anggota DPR dari PDIP Masinton Pasaribu mengingatkan jangan sampai hukum menjadi alat untuk politisasi. Peradilan juga harus diselenggarakan untuk mencari keadilan hukum bukan berubah menjadi pengadilan sosial.
Baca Juga
Kasus korupsi e-KTP ini diprediksi rampung 2 tahun mendatang. Masinton khawatir selama 2 tahun KPK tidak memproses semua nama yang muncul dalam dakwaan tentu dengan berbagai alasan dan pertimbangan.
Advertisement
"Dari sekian banyak nama kemudian jaksa sudah mencantumkan namanya ini kan juga dalam proses 2 tahun, daya rusak opini ini akan luar biasa. Ini bisa jadi politisasi orang per orang," kata Masinton di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (18/3/2017).
Selama ini, paradigma di masyarakat siapapun yang sudah disebut KPK terlibat dalam kasus hampir pasti bersalah. Padahal, belum tentu orang itu bersalah.
"Sebaliknya kita harus lihat jangan sampai KPK mengkriminalisasi melalui opini hukum sebuah dakwaan enggak jelas, bingung, lantas menyebut sekian banyak orang itu enggak fokus," imbuh dia.
Sementara, Anggota DPR dari PKS Refrizal mengatkan, KPK harus bebas dari kepentingan penguasa atau kepentingan politik apapun. KPK tidak boleh dipergunakan untuk kepentingan politik kelompok atau seseorang.
"Kacamata KPK adalah kacamata hukum. Hukum untuk keadilan. Kita juga harus hormati asas praduga tidak bersalah," ucap Refrizal.
Dua mantan pejabat di Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto, didakwa melakukan korupsi secara bersama-sama dalam kasus korupsi e-KTP. Irman dan Sugiharto didakwa merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun..