Â
Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan peranan dari pegusaha rekanan di Kemendagri sekaligus tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP, Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Baca Juga
Berdasarkan penyidikan KPK, Andi Narogong diduga bersama-sama dengan dua terdakwa kasus e-KTP, yaitu Irman dan Sugiharto telah melakukan tindakan yang melawan hukum.
Advertisement
"Tersangka AA (Andi Agustinus) diduga perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekenomian negara dalam pengadaan paket e-KTP 2011-2012," kata Wakil Pimpinan KPK Alex Marwata di Gedung KPK Jakarta Selatan, Kamis 23 Maret 2017.
Alex menuturkan peran Andi Narogong di kasus e-KTP sangat aktif, yaitu dalam proses penganggaran dan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa.
"Dalam proses penganggaran, yang bersangkutan (AA) melakukan pertemuan dengan para terdakwa dan sejumlah anggota DPR RI dan pejabat di Kemendagri, terkait proses penganggaran proyek e-KTP," kata dia.
"Yang bersangkutan juga ada keterkaitan aliran dana pada sejumlah pihak dari unsur Banggar, Komisi II DPR RI, dan pejabat Kemendagri," Alex melanjutkan.
Selain itu, kata Alex, Andi Narogong juga yang mengoordinir tim Fatmawati yang diduga dibentuk untuk kepentingan pemenangan tender proyek e-KTP. Juga terkait aliran dana pada sejumlah penelitian pengadaan proyek ini.
"Dalam proses pengadaan yang bersangkutan berhubungan dengan para terdakwa dan pejabat lain di Kemendagri," kata dia.
KPK telah menetapkan Andi Narogong sebagai tersangka baru di kasus mega korupsi yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun itu. Sebelumnya, KPK telah menetapkan dua tersangka pada kasus ini.
Keduanya, yakni bekas Dirjen Dukcapil Kemendagri, Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri, Sugiharto.
Andi Narogong, Irman, dan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.