Liputan6.com, Jakarta - Juru bicara KPK Febri Diansyah mengimbau agar mantan anggota Komisi II DPR RI sekaligus tersangka dalam kasus pemberian keterangan palsu di persidangan e-KTP, Miryam S Haryani, dapat lebih terbuka kepada penyidik.
"Tidak tertutup kemungkinan bahwa tersangka MSH (Miryam S Haryani) dapat lebih terbuka kepada KPK, karena ini juga terkait kepentingan yang bersangkutan," ujar Febri di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin, 10 April 2017.
Dia juga membuka kemungkinan agar Miryam dapat mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC). "Bahkan jika sudah jadi tersangka, tidak tertutup untuk mengajukan sebagai JC karena itu akan lebih menguntungkan," kata dia.
Advertisement
"Pengajuan JC tidak dibatasi kapan waktunya selama proses penyidikan, karena JC merupakan pelaku yang kooperatif dengan penegak hukum," ia menjelaskan.
Apalagi, Febri menjelaskan, ancaman pidana dalam kasus pemberian keterangan palsu sangat besar, yaitu 3-12 tahun penjara. "Belum lagi jika yang bersangkutan terkena indikasi (perkara) yang lain," beber Febri.
Sebelumnya, KPK menetapkan Miryam menjadi tersangka atas dugaan memberikan keterangan palsu saat persidangan perkara korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat. Miryam saat itu tak mau mengakui Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dirinya pada saat penyidikan.
"Tersangka MSH diduga dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar dengan terdakwa Irman dan Sugiharto," kata Febri. Atas perbuatannya, Miryam disangka melanggar Pasal 22 junto Pasal 35 UU Tipikor.
Miryam merupakan tersangka keempat dalam kasus megaproyek e-KTP. Sebelumnya dalam kasus ini, KPK telah menetapkan tiga tersangka, yakni Irman, Sugiharto, dan Andi Agustinus alias Andi Narogong. Dalam perkara ini, Irman dan Sugiharto sudah didakwa jaksa penuntut umum (JPU) KPK.
Sebelumnya, jaksa KPK sudah mengajukan kepada Majelis Hakim Pengadilan Tipikor untuk menjerat Miryam dengan Pasal 174 KUHAP tentang Pemberian Keterangan Palsu. Namun, hakim berpandangan mekanisme penetapan tersangka terhadap Miryam masih harus menunggu pemeriksaan beberapa saksi lain dalam sidang e-KTP.
"Jadi perlu mendengar beberapa saksi. Namun hakim juga memberikan ruang dan mempersilakan KPK melakukan tindakan hukum lain di luar mekanisme 174 KUHAP tersebut," kata Febri.
Â