Saksi Ungkap Cara Andi Narogong Menguasai Proyek E-KTP

Menurut Johanes, Andi rela mengeluarkan uang ratusan juta rupiah demi memenuhi hasrat sebagai 'pemain utama' dalam proyek e-KTP.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 20 Apr 2017, 15:05 WIB
Diterbitkan 20 Apr 2017, 15:05 WIB
Sidang Kasus E-KTP
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan 10 saksi terkait dugaan korupsi proyek pengadaan E-KTP (Liputan 6 SCTV).

Liputan6.com, Jakarta - Direktur PT Java Trade Utama Johanes Richard Tanjaya buka-bukaan terkait pembentukan tim Fatmawati dalam proyek pengadaan e-KTP.

Menurut Johanes, tim itu dibentuk untuk pemenangan Andi Agustinus alias Andi Narogong agar menguasai proyek e-KTP.

Menurut Johanes, Andi rela mengeluarkan uang ratusan juta rupiah demi memenuhi hasrat sebagai 'pemain utama' dalam proyek yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun ini.

Andi Narogong disebut berani membayar Rp 5 juta per bulan kepada anggota tim Fatmawati selam satu tahun. Jumlah total yang dikeluarkan oleh Andi Narogong menurut Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdul Basyir mencapai Rp 408 juta.

"Dia (Andi Narogong) kan memiliki kepentingan menjadi pemenang proyek e-KTP," ujar Johanes saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis, (20/4/2017).

Namun Johanes mengaku tak menerima uang bulanan tersebut dari Andi Narogong. Johanes mengatakan, timnya dalam PT Java Trade Utama diberikan uang Rp 5 juta setiap bulan oleh Andi Narogong.

"Saya nggak tahu Pak, karena saya nggak dapat. Tim saya yang dapat, rata-rata kalau nggak salah sebulan itu Rp 5 juta," kata Johanes.

Dalam kesaksiannya, Johanes juga sempat mundur dari konsorsium Murakabi karena melihat kejanggalan. Johanes menilai konsorsium Murakabi, Perum PNRI dan Astra Graphia tak memiliki standar yang pas untuk menggarap proyek e-KTP.

"Saya lihat persiapan timnya enggak bulat. Ini kan pekerjaan besar tapi dikerjakan sembarangan. Saya marah sama Andi," ungkap Johanes.

Sedangkan menurut Jimmy Iskandar, saksi yang ikut dihadirkan dalam persidangan juga menyebut Andi memang telah membuat skenario untuk memenangkan PNRI dalam proses lelang. Sedangkan dua konsorsium lain hanya sebagai pelengkap, namun meski kalah tetap akan ikut terlibat dalam pengadaan e-KTP.

"Ya memang di-setting untuk mendampingi saja, yang menang PNRI. Setelah dipecah memang ada pembicaraan siapa pun yang menang nanti semua ikut bekerja," kata Jimmy Iskandar.

Dalam perkara ini, dua mantan Ditjen Dukcapil Kemendagri Irman dan Sugiharto didakwa melakukan korupsi e-KTP dan merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.

KPK juga sudah menetapkan Andi Agustinus alias Andi Narogong sebagai tersangka. Andi diduga sebagai otak bancakan proyek senilai Rp 5,9 triliun.

Sedangkan Miryam S Haryani ditetapkan tersangka karena memberi keterangan palsu dalam persidangan e-KTP.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya