Kesaksian Keluarga Tahanan soal Pungli di Rutan Pekanbaru

Pungli tidak hanya uang, melainkan juga rokok. Bahkan untuk menerima kiriman baju dari keluarga, juga terkena pungli.

oleh Liputan6 diperbarui 06 Mei 2017, 15:35 WIB
Diterbitkan 06 Mei 2017, 15:35 WIB
pungli listrik
Ilustrasi Pungli

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah keluarga tahanan mengungkap praktik pungutan liar di Rutan Klas IIB Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, yang menjadi salah satu pemicu kerusuhan dan berbuntut insiden kaburnya ratusan tahanan.

"Kami sudah muak, tapi tidak bisa mengadu karena anak saya ditahan. Tapi sekarang semua harus dibuka, apalagi sudah ada kerusuhan seperti ini," kata seorang keluarga tahanan, Yusti (65), seperti dikutip dari Antara di halaman Rutan Klas IIB Sialang Bungkuk, Pekanbaru, Sabtu (6/5/2017).

Ia mengungkapkan, anaknya menjadi tahanan. Namun, anaknya tidak ikut dalam kerusuhan. Yusti mengaku terpaksa membayar agar anaknya pindah kamar tahanan ke lantai satu karena kamar sebelumnya penuh sesak. Menurut dia, motif pungli melibatkan tamping atau sesama tahanan yang dipercaya pihak Rutan.

"Saya membayar Rp 7 juta supaya anak saya pindah ke kamar tahanan korupsi di lantai satu. Tapi tidak langsung ke pegawai rutan. Mereka gunakan tamping untuk mengumpulkan uang," ungkap dia.

Yusti mengatakan, kehidupan di dalam rutan sangat memprihatinkan, antara lain karena jumlah penghuni yang melebihi kapasitas. Semua kegiatan tahanan mulai dari besuk sampai untuk menerima kiriman baju dari keluarga, juga harus membayar pungli. Pungli tidak hanya uang, melainkan juga rokok.

"Anak saya setiap dibesuk, untuk melewati satu pintu yang dikunci harus menyetor satu bungkus rokok. Kalau mau menambah waktu besuk juga membayar Rp 20 sampai Rp 30 ribu supaya diberi tambahan 15 menit. Penanda bayar adalah dengan bunyi bel," ucap Yusti.

Hampir semua keluarga tahanan yang kini berkumpul di rutan juga mengeluhkan layanan buruk dan pungli di dalam Rutan tersebut. Namun, kebanyakan dari mereka tidak mau dituliskan namanya karena alasan keamanan keluarga tahanan.

"Setiap kirim baju diperiksa, kita harus bayar minimal Rp 20 ribu. Ada pembedaan bagi tahanan yang punya uang mereka dapat fasilitas. Benar-benar tidak manusiawi, karena di dalam itu bukan pembinaan, tapi membinasakan," ujar seorang ibu yang tidak ingin ditulis namanya.

Seorang bapak yang keluarganya juga ditahan menambahkan, kondisi memprihatinkan ini sudah berlangsung lama dan seakan didiamkan. Ia berharap pemerintah tidak hanya melihat kasus kaburnya tahanan sebagai kesalahan warga binaan saja.

"Semua pegawai dan pejabat di rutan harus bertanggung jawab. Copot mereka semua," tegas dia.

Kabid Humas Polda Riau Kombes Guntur Aryo Tejo mengatakan, kepolisian juga sudah menerima laporan dari tahanan yang ditangkap mengenai masalah pungli dan buruknya pelayanan Rutan Sialang Bungkuk. Ia mengatakan polisi bisa saja turun tangan. Namun ia lebih berharap ada pembenahan internal dari pihak Kanwil Kemenkum HAM Riau.

"Kita sedang dalami laporan itu, tapi lebih baik itu jadi perhatian instansi terkait agar pungli dan masalah lainnya itu segera dihilangkan. Kita sudah lihat sendiri dampaknya sangat memprihatinkan," kata Guntur.

Janji Pembenahan

Sementara Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Riau Ferdinan Siagian, berjanji menuntaskan dugaan pungutan liar di Rumah Tahanan (Rutan) Klas IIB Pekanbaru.

"Kita lagi lakukan pendalaman (atas dugaan pungutan liar di Rutan Klas IIB Sialang Bungkuk)," kata Ferdinan Siagian.

Ratusan tahanan di Rutan Sialang Bungkuk Pekanbaru pada Jumat, 5 Mei 2017 melarikan diri setelah terlibat bentrokan dengan sipir.

Peristiwa itu diduga kuat disebabkan sejumlah faktor. Salah satunya dugaan pungutan liar yang dilakukan petugas rutan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya