Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan dugaan suap Irjen Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) kepada auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), diduga untuk menaikkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) menjadi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
"Di awal, ada pembicaraan kejadiannya adalah minta agar pengen naik dari WDP jadi WTP, 'tolong dibantu nanti ada sesuatu'," ungkap Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (27/5/2017).
Agus mengungkapkan, dari pembicaraan tersebut kemudian dilanjutkan dengan pertemuan, yang terjadi antara dua dari empat tersangka yang telah ditetapkan KPK dalam kasus ini.
Advertisement
"Inisiator yakni RS, pejabat eselon I Kemendes PDTT dan ALS seorang auditor BPK," Agus menandaskan.
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tujuh orang terkait kasus dugaan suap pemberian predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Kemendes PDTT, Jumat 26 Mei 2017.
Tujuh orang tersebut adalah ALS (auditor BPK), RS (eselon I BPK), JBP (eselon III Kemendes), sekretaris RS, sopir JBP, seorang satpam, dan SUG (Irjen Kemendes PDTT).
Dari tujuh orang yang diamankan, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka, yakni Irjen Kemendes SUG, JBP, RS, dan ALS. SUG diduga melakukan pendekatan ke BPK dengan menggunakan kode 'perhatian' untuk WTP 2016.
Selain menangkap tujuh orang, KPK juga menyita sejumlah uang Rp 40 juta di ruang ALS, yang diduga sebagai fee dari komitmen Rp 270 juta. Diduga, SUG memberikan ALS Rp 200 juta pada awal Mei 2017.
Selain Rp 40 juta, turut disita uang Rp 1,145 miliar dan USD 3.000 di ruang ALS. Namun, KPK belum mengetahui apakah uang ini terkait kasus yang sama atau tidak.