Liputan6.com, Jakarta - Suasana khusyuk di Masjid Falatehan malam itu mendadak mengerikan. Pekikan takbir, dan suara letusan tembakan diiringi ceceran darah memecah hening malam, pada Jumat 30 Juli.
Ibadah salat isya di masjid yang berada di seberang Mabes Polri, Jakarta Selatan, itu awalnya berlangsung seperti biasa. Namun, selepas salat, tiba-tiba dua anggota Brimob yang ikut berjamaah bersimbah darah.
Keduanya menjadi korban penusukan yang dilakukan pria tak dikenal. Sebelum melancarkan aksinya, pria itu berteriak thogut kepada dua polisi tersebut dan memekikkan takbir.
Advertisement
"Sehabis salat tiba-tiba ramai. Saya kebetulan keluar masjid juga. Pas rame pelaku mengeluarkan senjata, sangkur. Teriak-teriak Allahu Akbar. Terus menyerang anggota ditusuk di bagian leher," kata salah seorang saksi mata, Edo, di lokasi kejadian, Blok M, Jakarta Selatan, Jumat (30/6/2017).
Polisi, kata Edo, sempat mengeluarkan tembakan peringatan sebelum melumpuhkan pelaku.
"Sempat ada tembakan peringatan dua kali. Tapi pelaku tetap menyerang. Terus ditembak dua kali langsung geletak," ujar Edo.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto membenarkan ada dua personel Brimob yang menjadi korban penyerangan. Mereka adalah personel yang diperbantukan menjaga keamanan selama musim Lebaran.
Dua personel itu adalah AKP Dede Suhatmi dari Resimen I Gegana, dan Briptu M Syaiful Bakhtiar dari Resimen 3 Pelopor.
Setyo mengatakan, pelaku sempat menunaikan salat isya berjamaah di masjid tersebut sebelum menikam dua anggota Polri itu. "Jadi ini mesjid kan terbuka untuk umum. Nah kebetulan ada anggota yg bertugas di lapangan Bhayangkara, sekitar 20 anggota sholat isya," kata dia.
Usai salat, jemaah kemudian bersalaman. Pelaku juga sempat ikut bersalaman.
"Saat pelaku berdekatan dengan korban, pelaku langsung mengeluarkan sangkur dan secara acak berteriak 'kafir kafir'," kata Setyo.
Setelah melukai kedua korban, pelaku melarikan diri ke arah Blok M Square. "Pelaku kemudian dikejar oleh petugas Brimob lain yang berada tak jauh di lokasi," kata dia.
Polisi yang mengejar, kata Setyo, lalu mengeluarkan tembakan peringatan. Namun, pelaku tidak mau menyerah. "Dia justru lari ke arah Blok M dan justru menyerang dengan sangkur," kata dia.
Polisi pun kemudian menembak mati pelaku. "Pelaku meninggal dunia dan dibawa ke RS Polri Kramatjati," ungkap Setyo.
Kenapa Polisi Dianggap Thogut?
Pengamat terorisme Umar Abduh menjelaskan, mereka yang percaya dengan ISIS punya alasan tersendiri kenapa polisi dianggap sebagai thogut.
"Dalam kamus anak-anak ISIS, mereka menganggap polisi sebagai thogut karena paling depan menghadapi mereka," ujar mantan tahanan terkait kasus terorisme ini, Sabtu (1/7/2017).
Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ahmad Ishomuddin mengungkap, realitas saat ini menunjukkan adanya sebagian kecil umat Islam yang berteriak lantang menyatakan pemerintahan Republik Indonesia termasuk aparat keamanan, Polisi dan TNI adalah thogut. Oleh karena itu, pemerintahan yang berdasarkan demokrasi Pancasila, UUD 1945 dan UU-nya buatan manusia harus dibenci, dimusuhi, ditumbangkan dan diganti dengan sistem pemerintahan Islami atau khilafah.
"Kelompok kecil tersebut memandang bahwa semua pihak di luar diri dan cita-citanya tiada lain adalah musuh. Mungkin hubungan mereka dengan orang berbeda berdasarkan keyakinan akan perlunya permusuhan, bukan atas dasar pentingnya perdamaian, persamaan, persaudaraan, dan persatuan," kata Ahmad dalam laman media sosialnya.
Menurut dia, tidak mengherankan jika dalam pergaulan mereka menjadi orang-orang yang eksklusif, menutup diri, dan tidak sanggup menghargai sesama manusia. Maka mereka begitu bernafsu dan tergesa-gesa untuk menstigma muslim lain dengan stempel kafir, musyrik, munafik, sesat-menyesatkan, dan atau ahli bid'ah.
Ia menjelaskan, kata thogut disebut berulang sebanyak delapan kali dalam Alquran, yakni dalam Qs. al-Baqarah: 256, 257; Qs. al-Nisa': 51, 60, 76; Qs. al-Maidah: 60; Qs. al-Nahl: 36; dan Qs. al-Zumar: 17. Menurut al-Raghib al-Ashfihaniy dalam Mufradat Alquran bahwa thogut adalah ungkapan setiap sesuatu yang melampaui batas dan setiap sesuatu yang disembah dari selain Allah. Terkait dengan ini maka tukang sihir, dukun peramal, syetan pembangkang, jin, dan yang memalingkan dari jalan kebajikan dapat disebut sebagai thogut.
"Dengan demikian pemerintah RI termasuk aparat keamanan dalam hal ini Polri tidak boleh disebut thogut karena berbagai aturan dan hukum-hukumnya tidak dimaksudkan untuk mengingkari substansi dan nilai-nilai luhur dalam ajaran Islam. Ajaran Islam yang sumber utamanya adalah Alquran, al-Sunnah, al-Ijma', dan al-Qiyas juga memberikan kewenangan kepada ulama untuk membuat dan memutuskan hukum sesuai tuntutan situasi, kondisi, dan tempatnya demi untuk mewujudkan kemashlahatan bersama dan terhindarkan setiap kemafsadatan," beber Ahmad.
"Kiranya tidaklah tepat dan tidak dapat dibenarkan sedikitpun menurut agama dan akal sehat memberikan label thogut kepada pemerintahan Republik Indonesia yang sah," tegas dia.
Penyebutan istilah thogut kepada pemerintahan yang sah, imbuh Ahmad, merupakan ujaran kebencian yang merongrong kewibawaan pemerintah dan merusak persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. "Oleh karena itu setiap pengucapnya harus terus diwaspadai dan diawasi oleh setiap warga negara yang masih mencintai keutuhan bangsa dan tanah airnya," Ahmad Ishomuddin memungkas.
Advertisement
Teror saat Lebaran
Lantunan takbir menyambut Idul Fitri 1438 H itu tak menyurutkan niat dua pria melancarkan teror terhadap polisi. Satu orang anggota kesatuan Yanma Polda Sumatera Utara Aiptu Martua Sigalingging meninggal dunia karena diserang dua terduga teroris. Aiptu Martua tewas dengan luka tikam di leher, dada, dan tangan.
"Pada saat diserang anggota atas nama Aiptu Martua Sigalingging gugur karena ditikam dengan senjata tajam," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Minggu 25 Juni.
Setyo menceritakan, penyerangan pada pukul 03.00 WIB itu dilakukan terhadap dua anggota Polda Sumut yang tengah berjaga di salah satu pos masuk Mapolda Sumut. Selain Aiptu Martua Sigalinging, Brigadir E Ginting juga menjadi korban.
"Jadi dua orang melompat pagar di penjagaan Polda Sumut. Kemudian menyerang salah satu pos," kata Setyo.
Saat penyerangan, dua anggota Polda Sumut tersebut tengah istirahat di pos 3 Polda Sumut. Setelah terjadi perkelahian dan penusukan, kemudian Brigadir E Ginting meminta bantuan dari pos lain di Polda Sumut.
"Anggota Brimob di pintu lain ambil tindakan (penembakan), dan satu pelaku tewas di tempat dan satu kritis," kata Setyo.
Sementara kondisi Brigadir E Ginting juga kritis dan tengah menjalani perawatan intensif.
Setyo Wasisto menuturkan, kepolisian sudah mengantongi identitas dua pelaku penusukan terhadap Aiptu Martua Sigalingging.
"Sudah. Yang meninggal dunia berinisial AR (30) dan yang mengalami kritis berinisial SP (47)," ujar Setyo.
Dia menjelaskan, inisial kedua orang tersebut diketahui berdasarkan sidik jari, dan mencocokkan kartu tanda penduduk elektronik, atau e-KTP. "Jadi setelah kejadian, diambil sidik jarinya terduga pelaku. Lalu kita cek melalui sistem di e-KTP," kata dia.
Menurut jenderal bintang dua ini, terduga teroris tersebut tinggal di Medan. AR tinggal di Simpang Limun, sedangkan SP menempati rumah di Jalan Pelajar Ujung. Keduanya adalah pedagang kelontong.
"Masing-masing warga Medan. Berdasarkan temuan tadi ya," ujar Setyo.
Setyo mengatakan, beberapa waktu lalu Densus 88 menangkap tiga orang teroris di Medan, Sumatera Utara yang berencana melakukan tindak terorisme. "Ini sudah mereka rencanakan, ini kelihatan masih kelompok mereka atau sel lain yang melakukan serangan yang sama," kata Setyo.
Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Rina Sari Ginting menyatakan, penyerangan terhadap polisi itu bermotif ingin merebut senjata api. Setelah senjata api diperoleh pelaku, rencananya akan digunakan untuk melakukan serangan berikutnya terhadap anggota Polri dan TNI.
Namun, upaya pelaku yang berjumlah dua orang tersebut dapat digagalkan personel Satuan Brimob Polda Sumut yang sedang menjalankan tugas di Pintu 2 Mapolda Sumut. Ketika salah satu personel yang berada di pos Pintu 3 yakni Brigadir E Ginting berteriak meminta bantuan, personel Satuan Brimob yang ketepatan dekat pos jaga langsung menyerang dan menembak.
Menurut dia, dari hasil pemeriksaan pada kamera pengawas, kedua pelaku masuk dengan cara melompat pagar di bagian kiri Mapolda Sumut. Selain merebut senjata api milik personel Polda Sumut Aiptu Martua Sigalingging, kedua pelaku juga berniat melakukan pembakaran terhadap pos jaga Pintu 3 Mapolda Sumut.
Niat kedua pelaku yang ingin membakar pos jaga tersebut diketahui dari penemuan barang bukti berupa dua botol berisi BBM jenis Premium dan sebuah korek api. Namun, rencana pembakaran tersebut batal dilakukan karena segera diketahui Brigadir E Ginting yang merupakan teman Aiptu Martua Sigalingging saat bertugas.
Saksikan video menarik berikut ini: