Liputan6.com, Jakarta - Aplikasi Telegram menjadi jalur komunikasi paling populer di antara jaringan teroris. Polri menemukan 17 kasus terorisme yang memiliki keterkaitan dengan penggunaan Telegram tersebut.
Seperti ditayangkan Liputan 6 Siang SCTV, Senin (17/7/2017), pemblokiran Telegram menuai pro dan kontra di media sosial, termasuk pendiri Telegram, Pavel Durov, yang menyayangkan pemblokiran yang dilakukan pemerintah Indonesia.
Sebelumnya, Durov menyatakan permintaan maaf kepada pemerintah Indonesia karena melewatkan permintaan pemerintah Indonesia untuk menutup sejumlah akun teroris.
Advertisement
Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan media sosial Telegram paling populer digunakan jaringan teroris untuk berkomunikasi.
Sementara minggu lalu, Kementerian Komunikasi dan Informatika resmi memblokir 11 domain name system milik website Telegram karena dianggap mengandung konten negatif seperti unsur radikalisme dan pornografi. *